Nama Ahmad Dhani kini sedang menjadi sorotan publik di tanah air. Bukan karena karya barunya dalam bermusik atau penghargaan kepadanya sebagai seorang musisi, melainkan pria yang menakhodai band Dewa 19 tersebut masuk bui akibat ucapannya yang dinilai mengandung ujaran kebencian. Saat ini, Ahmad Dhani mendekam selama 1,5 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta.
Baru beberapa hari menginap di hotel rodeo, Ahmad Dhani mengeluhkan satu hal yaitu minta dipindahkan sel. Alasannya adalah ia mengaku mengidap penyakit asma dan tak betah jika harus satu ruangan dengan para perokok lainnya. Sayang, keinginan musisi asal Surabaya tersebut tak diindahkan oleh pihak rumah tahanan karena mereka menilai Ahmad Dhani baru beberapa hari saja mendekam di penjara.
Oga Darmawan selaku Kepala Rutan Lembaga Permasyarakatan Cipinang menyebutkan bahwa pihaknya tak akan memberikan keistimewaan itu. Meski pada akhirnya tempat duduk Ahmad Dhani dalam sel sedikit dipisahkan antara yang merokok dan yang tidak. Dia diberikan tempat dekat yang agak ujung dekat sirkulasi angin sementara yang merokok agak di dalam, begitu kata Oga Darmawan.
Terkait kasus keluhan Ahmad Dhani di atas, saya melihat ada beberapa poin yang jadi sorotan. Pertama toleransi antar perokok dan yang tidak di dalam penjara. Poin ini sebenarnya sudah terpecahkan ketika para napi yang perokok mau merelakan tempat bagi yang tidak merokok, begitu juga sebaliknya. Toleransi antar perokok dan yang tidak ini memang harus dilakukan mengingat infastruktur penjara di Indonesia yang masih belum memadai.
Persolan kapasitas yang berlebih menjadi lagu lama bagi isu fasilitas penjara di Indonesia. Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Yasonna Laoly mengakui bahwa jumlah tahanan di tanah air tak sebanding dengan jumlah kamar tahanan yang ada. Politisi PDI Perjuangan tersebut menyebut bahwa solusinya tak serta merta dengan mengeluarkan kebijakan menambah lapas baru mengingat ada beberapa regulasi yang perlu diperhatikan.
Rumit memang, tapi kembali melihat kepada kasus Ahmad Dhani di atas maka setidaknya negara memang memberikan ruangan merokok khusus para narapidana. Jika memang membangun atau memperbanyak rumah tahanan dianggap bukan solusi, maka perlu adanya perbaikan fasilitas di seluruh penjara yang sudah ada.
Kehadiran ruang merokok tak bisa dinilai sebagai keistimewaan khusus bagi para perokok atau tidak, akan tetapi hal tersebut diatur dalam undang-undang. Selain itu kehadiran ruangan merokok juga berdampak pada harmonisasi kehidupan di dalam penjara. Tentu kita bisa melihat kembali kasus di Melbourne, Australia pada Juli 2015 silam di mana sekitar 300an narapidana mengamuk akibat peraturan larangan merokok.
Justice Action dalam papernya menyebutkan bahwa kebijakan larangan merokok dalam penjara justru tidak manusiawi. Alih-alih untuk menghentikan asap rokok terpapar di ruangan penjara agar tak terkena narapidana non perokok, mereka menyebutkan lebih baik mengeluarkan kebijakan lain seperti mengizinkan perokok merokok di outdoor. Justice Action juga dengan jelas menyebutkan bahwa rokok selain membantu relaksasi para tahanan yang merokok, juga merupakan satu budaya dalam penjara yang membantu aktifitas interaksi sosial didalamnya.
Mungkin bukan hanya Ahmad Dhani yang mengeluhkan untuk pemisahan ruangan bagi para perokok dan yang bukan. Kawasan merokok yang layak juga diimpikan oleh para narapidana. Penjara harus memainkan perannya untuk mengembalikan rasa percaya diri narapidana serta menjadi terminal yang tepat untuk kehidupan lebih baik mereka setelah dihukum.
- Rokok Lucky Strike, Cigarettes That Always Strike You! - 7 November 2021
- Apa Rokok Paling Enak Versi Perempuan? - 16 October 2021
- Rekomendasi Rokok Enak Untuk Pemula (Bagian 2) - 9 October 2021