Press ESC to close

Ketika Pemkot Bogor Belum Siap Terapkan Perda KTR

“Di luar (Kota) saya gagah sekali tentang perda rokok. Tapi justru di tingkat kota sendiri (aparat pemerintah) justru tidak ditaati,” kata Bima Arya.

Ada satu hal menarik dari pernyataan Walikota Bogor yang disampaikan ketika melakukan rapat kordinasi mengenai KTR di atas. Di luar kegarangan Bogor dan Bima Arya ketika berbicara tentang Perda KTR, nyatanya masih ada permasalahan mendasar yang terjadi di Kota Bogor. Yakni soal ketidaksiapan pemerintah kota menjalankan Perda KTR tersebut.

Asal tahu saja, Perda KTR Bogor adalah semacam kitab suci yang diikuti oleh begitu banyak daerah di Indonesia. Malah pernah pada satu masa, Perda KTR Bogor ini disalin-tempelkan begitu saja dalam suatu pembahasan Raperda KTR di salah satu kota di Jawa. Saking sucinya Perda KTR mereka, kata Bogor yang harusnya diubah menjadi nama kota lain dalam draf raperda benar-benar tidak diganti. Pokoknya (hampir) seluruh isi perda KTR yang ada di Indonesia itu kembar identik.

Kota Bogor itu memang kiblat bagi perjuangan antirokok Indonesia. Mereka kerap mendapat penghargaan karena Perda yang dibuat. Mulai dari melarang total iklan luar ruang, yang memang nggak seberapa berdampak terhadap PAD, hingga menginginkan perokok itu tersiksa. Semua coba dijalankan oleh Pemkot Bogor. Padahal, jika berdasar pada kenyataan di lapangan dan pernyataan walikotanya, Bogor ya tidak sesempurna itu.

Baca Juga:  Ahok dan Mulutnya yang Tak Selesai

Ternyata, tanpa banyak orang tahu, Kota Bogor tidak sesiap itu terkait sarana dan prasarana yang mendukung KTR. Tidak banyak kita ketahui keberadaan ruang merokok di sana. Padahal, kunci dari penegakan aturan KTR itu ya ketersediaan ruang merokok. Kalau tidak ada, kota sekelas Bogor pun pada akhirnya kewalahan.

Boleh saja Bima Arya selaku walikota begitu membenci rokok atau perokok. Tapi sebagai pejabat pemerintahan, dia harus berlaku adil terhadap warganya. Selama rokok masih merupakan barang legal yang boleh diperjualbelikan, aturan KTR tetap harus menyediakan ruang untuk kebutuhan konsumennya.

Baik warga biasa maupun aparatur sipil negara itu berhak untuk merokok. Bahwa mereka tidak boleh merokok di sembarang tempat ya bukan jadi alasan untuk memberlakukan pelarangan total. Jika di dalam kantor pemerintahan ASN tidak boleh merokok, ya sediakan ruang merokok di area perkantoran tersebut. Kalau tidak, ya jangan salahkan kalau ada ASN yang (dianggap) melanggar KTR karena merokok di luar gedung kantor.

Jika memang Pemkot Bogor hendak menyelesaikan PR di regulasi KTR, satu hal utama yang harus segera dilakukan adalah menyediakan ruang merokok di tempat kerja dan tempat umum lainnya. Kalau menyelesaikan perkara itu saja Pemkot Bogor belum becus, ya mau sampai kapanpun masyarakat masih akan melawan aturan itu. Lah aturannya saja tidak taat hukum, buat apa warganya taat sama Perda KTR.

Baca Juga:  Belajar Menghargai Orang Lain dari Perokok

Atau jika memang Pemkot Bogor belum siap menerapkan Perda KTR, belum mampu menyediakan sarana dan prasarana terkait regulasinya, lebih baik Perda KTR-nya dicabut saja. Daripada ada tapi tidak jelas juga penegakannya.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit