Search
batang rokok

Indonesia Benteng Terakhir Industri Rokok? Lebay!

Tembakau, melalui industri rokok adalah musuh dari pembangunan berkelanjutan. Begitu kiranya anggapan yang dibangun sepanjang wacana tentang pembangunan berkelanjutan berkembang di Indonesia. Tembakau dijadikan pesakitan karena dianggap sebagai penghalang capaian kesejahteraan dan kesehatan masyarakat umum.

Kampanye anti rokok pun tak putus-putusnya terjadi di Indonesia. Lembaga dan organisasi anti rokok tumbuh kembang beranak pinak. Ada banyak alasan yang melatari kemunculan organisasi beserta kampanye anti rokok, mulai dari isu kesehatan hingga isu politik.

Menjadi perokok di Indonesia adalah sebuah tantangan. Mengingat segala regulasi dan stigma negatif yang dibentuk untuk mendiskreditkan perokok, butuh perjuangan keras untuk bisa mendapatkan hak bagi perokok. Berdasarkan segala hal tersebut, boleh dibilang Indonesia adalah neraka bagi perokok.

Kelompok anti rokok kerap menuding Indonesia sebagai surga bagi industri rokok. Indonesia juga disebut sebagai benteng terakhir industri rokok. Tuduhan yang menurut saya berlebihan. Harga rokok ya mahal, mau cari tempat untuk merokok ya nggak mudah, sudah begitu ya tetap saja didiskriminasi. Termutakhir, regulasi yang didorong oleh para pembenci rokok adalah upaya pemidanaan kepada para perokok. Jadi, anggapan bahwa Indonesia surga bagi perokok sudah menunjukan kekeliruan.

Selanjutnya, benarkah Indonesia benteng terakhir industri rokok?

“Hampir semua negara di dunia sudah mengambil langkah perlindungan kesehatan publik yang membatasi gerak industri rokok, kecuali Indonesia,” kata Mardiyah Chamim, penulis buku ‘A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan: Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia’ dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019.

Baca Juga:  Rokok Dibuang, Kendaraan Ditimang

Untuk menyikapi ini, kita perlu ketahui dahulu perlindungan kesehatan macam apa yang sedang mereka suarakan. Apa benar rokok menjadi ancaman maha dahsyat bagi kesehatan publik?

Pertama, isu kesehatan yang kerap mengaitkan rokok dengan berbagai penyakit jelas masih bisa diperdebatkan. Penyakit seperti kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin juga bisa menimpa siapa pun termasuk mereka yang bukan perokok.

Mereka yang bukan perokok namun menderita penyakit di atas akan divonis sebagai dampak dari asap rokok orang lain, oleh anti rokok biasa diistilahkan sebagai perokok pasif. Pada intinya rokok harus tetap jadi tersangka. Padahal, kampanye tentang perokok pasif adalah kebohongan belaka. Kebohongan macam ini yang membentuk opini publik menjauh dari fakta bahwa polusi udara adalah ancaman terbesar bagi kesehatan.

Pada tahun 2003 British Medical Journal merilis sebuah makalah definitif tentang perokok pasif dan kematian akibat kanker paru. Dalam makalah ini, dilakukan penelitian yang melibatkan sekitar 35 ribu warga California yang tidak merokok. Hasilnya, tidak ditemukan hubungan statistik yang signifikan antara paparan asap rokok terhadap orang yang tidak merokok dan kematian akibat kanker paru-paru. Laporan penelitian ini membuktikan bahwa tidak semua riset tentang rokok menunjukan hal negatif. Sayangnya penelitian semacam ini tak banyak dipublikasi.

Baca Juga:  Soal Tarif Cukai, Pemerintah Terus Menuai Teguran

Dengan demikian, mengaitkan rokok dengan kesehatan adalah dongeng lama yang terus direproduksi oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan berbeda dengan industri rokok. Dalam buku Nicotine War, Wanda Hamilton pernah menjelaskan secara terstruktur peta ekonomi politik dengan menyajikan fakta-fakta (bukan fiksi atau prediksi) bahwa di balik agenda global pengontrolan atas tembakau terdapat kepentingan besar bisnis perdagangan obat-obat yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT). Maka jangan heran jika di Indonesia ada banyak seminar anti rokok yang menjadikan rokok elektrik (salah satu produk NRT) sebagai solusi.

Jadi, kampanye untuk membatasi ruang gerak industri rokok sangat kental nuansa bisnis. Dari pada menyebut Indonesia sebagai benteng terakhir industri rokok, bagi saya, lebih pas jika Indonesia disebut sebagai medan perang yang diciptakan oleh para pedagang obat.