Selama ini, pemahaman soal ruang khusus merokok selalu bermakna negatif bagi masyarakat umum. Ruang merokok, selalu dipahami sebagai tempat yang diberikan kepada perokok padahal peraturannya adalah melarang orang merokok di tempat umum. Kemudian, ketika masyarakat yang tidak merokok melihat ada orang yang merokok, sentimen negatif akhirnya muncul kepada perokok.
Padahal, perlu dipahami kalau ruang ini sebenarnya perlu disediakan sebagai upaya melindungi masyarakat yang tidak merokok agar tidak terpapar asap rokok. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pandangan masyarakat tadi, bahwa ruang merokok adalah diberikan untuk membiarkan orang merokok.
Ada pandangan miring lain soal ruang ini. Sebagian orang justru menjadikan ruang merokok sebagai ajang ‘mengucilkan’ perokok. Mereka berpandangan bahwa perokok perlu diasingkan dari masyarakat umum, maka dibuatlah satu space yang disebut ruang khusus merokok.
Pandangan-pandangan tersebut sangat mencirikan ketidak adilan sejak dalam pikiran. Bahwa perokok perlu menghargai yang bukan perokok, saya sepakat. Tapi, menjadikan ruang merokok sebagai punishment dan menganggap aktivitas merokok sebagai kesalahan sekaligus alasan pemberian punishment adalah cara berpikir yang keji.
Jadi sebenarnya begini, ruang merokok itu wajib disediakan, ini kata Konstitusi. Kalau nggak percaya, coba cek putusan Mahkamah Konstitusi soal Peninjauan Kembali Pasal 115 Undang-undang kesehatan No 36 Tahun 2009. Dari putusan MK, kata ‘dapat’ yang sebelumnya ada dalam pasal tersebut kemudian dihapuskan, karena menimbulkan ketidakpastian hukum serta dianggap melanggar hak dan hukum legal rokok.
Karena itu, sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok, dibuatlah ruang khusus merokok untuk tidak membiarkan para perokok agar tidak merokok sembarang tempat. Seandainya di setiap tempat umum disediakan ruang merokok, ada harapan agar para perokok tidak mengganggu hidup masyarakat umum dengan asap rokoknya.
Dengan disediakannya ruang merokok, setidaknya ada dorongan bagi perokok untuk tidak melanggar hak yang tidak merokok. Kalaupun masih ada oknum perokok nakal, tinggal bagaimana kemudian perlu dilakukan kampanye etik kepada mereka agar tidak lagi merokok sembarangan. Bahwa mereka para perokok, harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan tanpa melanggar hak-hak orang lain.
Ya tetap saja, sambil menjalankan kampanye etik, kalau ada perokok yang melanggar hukum dan hak masyarakat tetap saja harus dihukum. Tidak perlu banyak pembelaan untuk perkara melanggar hukum, karena hukuman juga menjadi bagian dari pembelajaran agar masyarakat untuk menghargai hak masyarakat.
Tapi sekali lagi, keberadaan ruang merokok sebagai bagian dari perlindungan kepada masyarakat yang tidak merokok harus disediakan. Karena biar bagaimanapun, ruang merokok adalah tempat yang diwajibkan oleh hukum agar sesama masyarakat tetap mendapatkan haknya. Yang satu agar tetap bisa merokok, yang satu agar tidak terpapar asap rokok.
Selain menjamin ketersediaan ruang khusus merokok, pemerintah dan pihak swasta pengelola ruang publik juga harus menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam ruang merokok, seperti: asbak portabel, tempat duduk dan suasana teduh. Hal ini diperlukan agar penyediaan ruang ini tidak terkesan hanya sebatas menggugurkan tanggung jawab, tapi memang karena semangat penyetaraan hak. Saya kira begitu.
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022
Leave a Reply