Press ESC to close

Olimpiade Tokyo 2020 Adalah Pesta Seluruh Umat Manusia, Termasuk Perokok

Setelah Piala Dunia dan Asian Games pada tahun 2018 yang lalu, tahun ini kita akan kembali dihibur oleh pesta olah raga internasional se-Asia Tenggara, SEA Games 2019 di Filipina. Pada tahun berikutnya, pesta olah raga antar bangsa sedunia akan berlangsung di Jepang dalam tajuk Olimpiade Tokyo 2020.

Setiap tahun kita memang pasti akan dipertontonkan ajang olah raga internasional yang silih berganti. Kita akan menjadi saksi regenerasi atlet kenamaan tiap negara. Tak hanya itu, perhelatan yang berlangsung rutin tiap tahun ini (hampir) dipastikan akan selalu mempertontonkan wacana lama; pelarangan rokok di venue.

Panitia Olimpiade Tokyo telah mengumumkan larangan keras produk-produk tembakau dan peralatan vaping pada pesta olahraga akbar tersebut tahun depan. Merokok akan dilarang di semua lokasi ruangan tertutup dan ruangan terbuka Olimpiade dan Paraolimpiade 2020, termasuk kawasan-kawasan di sekitarnya. Suatu kebijakan yang, menurut saya, tidak bijak.

Bangsawan Prancis, Pierre Fredy Baron de Coubertin, adalah orang yang menginisiasi penyelenggaraan Olimpiade modern pertama di Athena, Yunani pada tahun 1896. Dari sejarah Olimpiade kita akan paham bahwa nilai luhur yang diusung dari ajang empat tahunan ini adalah semangat perdamaian dunia yang lebih baik melalui pendidikan anak- anak muda menggunakan media olahraga. Salah satu kredo Olimpiade yang sudah lama didengungkan adalah menolak diskriminasi dalam berbagai bentuk.

Baca Juga:  Revisi PP 109/2012 dan Onani Politik Kelompok Antirokok

Simbol Olimpiade yang juga dikenal dengan sebutan cincin Olimpiade terdiri dari lima buah cincin yang saling berkait. Cincin-cincin tersebut melambangkan kesatuan dari lima benua yang ada di bumi dengan warna yang berbeda merepresentasikan benua yang berbeda, dengan latar berwarna putih yang membentuk bendera Olimpiade.

Dari itu semua, dapat kita simpulkan bahwa Olimpiade adalah pesta seluruh umat manusia. Iya, seluruh umat manusia. Sengaja saya ulang agar semakin jelas bahwa yang berhak merayakan kemeriahan Olimpiade adalah seluruh makhluk yang disebut manusia. Sialnya, larangan merokok di Olimpiade Tokyo 2020, pada titik tertentu, justru menimbulkan kesan diskriminatif dan membatasi.

Memang apa masalahnya? Bukankah sudah seharusnya gelanggang olah raga bebas dari asap rokok?

Bahwa masyarakat yang tidak merokok harus diakomodir haknya, saya sepakat. Tapi, mengakomodir hak mereka yang tidak merokok bukan berarti menihilkan hak seorang perokok. Faktanya, umat manusia yang merokok terdiskriminasi; tinggalkan rokok kalau mau ikut berpesta. Kenapa demikian, karena wacana ruang merokok pun tak ada. Larangan merokok ini pun berlaku hingga ke ruang terbuka.

Baca Juga:  Bukan Rokok Tapi Obesitas Yang Lebih Berpotensi Terkena Kanker

Dalam satu waktu panitia menyebut bahwa Olimpiade Tokyo 2020 akan meninggalkan warisan berupa Jepang yang lebih sehat. Meski sebenarnya kita bisa berdebat lagi tentang dampak rokok pada kesehatan, namun begitulah Olimpiade. Semangat Olimpiade kini jadi sebatas ajang promosi kota dan ajang meraih keuntungan.

Dengan pandangan tersebut, Olimpiade telah bergeser dari nilai luhurnya; perdamaian dan anti diskriminasi. Diskriminasi pada perokok mancanegara di Olimpiade Tokyo 2020 dapat diselesaikan dengan satu solusi alternatif: membangun smoking area di setiap venue.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd