Rokok adalah komoditas yang digandrungi sekaligus dibenci banyak pihak. Untuk membuktikan bahwa rokok digandrungi, kita cukup melihat besaran kontribusi cukai rokok bagi APBN. Cukai rokok selalu menjadi komponen cukai terbesar yang menopang banyak biaya penyelenggaraan negara di mana BPJS Kesehatan adalah salah satunya.
Sedang untuk melihat kebencian pada rokok, kita bisa dengan mudah menemukan beragam isu dan pemberitaan negatif soal rokok di internet. Mulai dari dampak kesehatan, risiko kematian, hingga isu artifisial seperti kandungan darah babi pada filter rokok, senantiasa mengisi laman berita dan lini masa media sosial. Isu-isu absurd tersebut adalah manifestasi nyata kebencian sekelompok orang pada rokok.
Beberapa dari isu di atas sebenarnya sudah terbukti bohong, alias hoax. Isu soal kandungan darah babi, misalnya. Isu ini pertama kali terlontar saat sebuah acara kampanye antirokok pada bulan Juni 2013. Dalam acara tersebut hadir ratusan PNS, pengelola hotel, restoran dan pengelola tempat-tempat umum, juga dihadiri Wali Kota Banjarmasin saat itu. Kemudia DR. Hakim Sorimuda Pohan dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) melontarkan sebuah pernyataan kontroversial: di dalam filter rokok terkandung darah babi.
Saat isu filter rokok mengandung darah babi dihembuskan, masyarakat kemudian menjadi geger. Wajar saja, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim yang jelas mengharamkan babi. Mendengar isu ini, masyarakat muslim tentu akan sangat sensitif. Di tengah kegegeran itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung merespons isu tersebut dengan cepat. Melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), mereka segera melakukan investigasi terkait isu tadi.
Setelah melalui proses investigasi dan penelitian, MUI merilis hasil bahwa filter rokok tidak terbukti mengandung darah babi. Bantahan tersebut langsung disampaikan oleh Direktur Eksekutif LPPOM MUI saat itu, Lukmanul Hakim. Dalam sebuah konferensi pers, Lukmanul Hakim menegaskan tidak ditemukan kandungan hemoglobin babi dalam ratusan sampel rokok lokal dan impor di Indonesia. Maka, produk rokok di Indonesia bebas dari zat haram atau tidak seperti apa yang beredar di opini publik.
Selain itu, dahulu pernah dilakukan riset di PT Filtrona Indonesia, sebuah pabrikan yang memproduksi filter rokok, tempatnya di Surabaya, Indonesia. Produsen pabrik filter rokok tersebut menjelaskan apa saja kandungan dan bahan dasar filter rokok. Lalu terbuat dari apa filter rokok? Filter rokok dibuat dari bahan aseto, yautu sejenis tumbuhan padi-padian yang tumbuh di Eropa setelah musim salju. Dijelaskan pula bahwa dalam produksi filter rokok tidak diperkenankan penggunaan minyak. Untuk perekat, digunakan bahan silikon food grade (dapat dikonsumsi tubuh).
Dari penjelasan tersebut, kita bisa simpulkan bahwa isu negatif soal rokok sering kali diwacanakan hanya sebagai upaya menggugat legalitas rokok. Rokok bukan barang terlarang, maka untuk menekan tingkat konsumsinya, pihak-pihak yang membenci rokok akan berlomba-lomba memainkan opini sesat. Namun, opini sesat tersebut tetap tak mampu mengubah fakta bahwa rokok adalah komoditas yang berkontribusi bagi negara, dan tetap digandrungi.
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022