Nikotin oleh sebagian masyarakat terlanjur dipercaya dapat membawa dampak negatif bagi tubuh. Apalagi ketika nikotin itu didapat dari rokok. Tidak sedikit media arus utama melariskan pandangan itu. Pemberitaan terkait rokok sebagai biang kerok dari semua penyakit terus saja direproduksi. Pokoknya rokok adalah musuh. Itu titik.
Namun tak hanya rokok yang dibingkai negatif oleh media, keberadaan perokok pula kerap dirisak dengan berbagai dalih kesehatan yang diembel-embeli sejumlah hasil penelitian. Iya hal ini bukanlah hal baru pula bagi kita tentunya.
Di lain sisi, manfaat ekonomi dari pasar nikotin terutama dari rokok tetap terus diterima negara, bahkan menjadi devisa andalan yang cukup membantu kelangsungan pembangunan. Kita pun tahu bagaimana persoalan BPJS Kesehatan juga diselamatkan oleh cukai rokok yang mengandung nikotin itu.
Ketika produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) juga mendapatkan pasarnya, banyak pihak mengamini ini sebagai terobosan baru dalam kerangka memitigasi bahaya rokok, bahkan Menperin sendiri mendukungnya. Padahal itu hanyalah bagian dari pat gulipat bisnis nikotin belaka. Artinya baik nikotin maupun rokok jelas memiliki sisi manfaat, iya tak hanya dari sisi ekonomi budayanya saja.
Belakangan ini Ketua Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI), dr. Mariatul Fadilah, menyebutkan bahwa nikotin tak sepenuhnya negatif. Tubuh kita membutuhkan juga nikotin. “Kadar nikotin yang sangat kecil dibutuhkan oleh tubuh, misalnya untuk kesegaran jasmani. Tapi kalau terlalu besar (kadarnya) malah itu berbahaya,” ungkapnya.
Pandangan semacam itu secara tak langsung seperti membenarkan keberadaan produk HPTL. Soal seberapa besar kecilnya kadar yang dibutuhkan tubuh tidak disebut dalam pernyataan itu. Seperti yang juga kita ketahui, para pihak di balik kepentingan bisnis nikotin kerap memainkan isu rendah nikotin yang ujung-ujungnya dagang produk tembakau alternatif.
Lebih lanjut, nikotin yang dimaksud oleh dr. Mariatul bukan nikotin yang berasal dari tembakau rokok. “Beberapa jenis sayuran seperti kembang kol dan tomat, terong dan kentang juga mengandung nikotin didalamnya. Sudah cukup dari situ. Tidak usah merokok,” imbuhnya pada satu kesempatan.
Nah dari pernyataan itu sebetulnya nikotin tidaklah begitu dimusuhi antirokok ataupula ahli kesehatan. Iya karena mereka tahu ada manfaat nikotin dan bisnis di baliknya. Hanya saja sikap proporsional dalam mengonsumsinya itu yang menjadi penting sebagai perhatian.
Dengan kata lain rokok sebaiknya dijauhi sedangkan nikotin jangan. Sederhananya ya begitu. Kalau mau dikupas lebih dalam lagi banyak hal yang diungkap para ahli kesehatan ini menjadi ambigu di penafsiran publik menyoal nikotin bagi kesehatan. Bagaimana tidak ambigu, tembakau sebagai bahan utama rokok jelas mengandung nikotin. Lha kenapa jadi dimusuhi dan diskriminasi coba?
Sebagai konsumen rokok kita sedikit banyak menjadi paham, bahwa di balik wacana bahaya nikotin ada semacam rahasia umum yang oleh para ahli dimainkan dalam tiap pembahasaannya. Iya nikotin bermanfaat asal bukan rokok. Nah, ujung-ujungnya apa coba kalau bukan ada kepentingan bisnis yang ingin diamankan.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024