Dalam banyak hal rokok sering dikait-kaitkan dengan perkara kesehatan. Berbagai jenis penyakit mematikan selalu saja dihubung-hubungkan dengan kebiasaan merokok. Digadang-gadang rokok telah merenggut jutaan nyawa per tahun. Tak heran jika rezim kesehatan dunia sangatlah memusuhi rokok. Meski nikotin pada tembakau diakui memiliki manfaat dan memberi keuntungan kapital. Namun perokok ya terus saja menuai stigma negatif.
Berkebalikan dari pandangan global terhadap rokok, menteri kesehatan Norwegia, Sylvi Listaugh, justru berempati terhadap perokok, dia mengatakan, “sudah lama perokok dibuat seolah-olah sebagai masyarakat kelas bawah”. Baginya hal itu sama dengan merendahkan hakikat perokok sebagai manusia yang memiliki hak setara.
Sebagaimana kita ketahui, dalam perkara rokok rezim kesehatan sangat menilai buruk perilaku perokok. Bahkan cenderung hadir sebagai polisi moral, melarang-larang dan menakut-nakuti publik dengan beragam dalih akan bahaya rokok. Belum lagi yang juga kita rasakan di Indonesia, terkait penerapan Kawasan Tanpa Rokok yang tidak disertai taat asas akan penyediaan ruang merokok. Ditambah pula harus menanggung sanksi hukum. Karena itu pula perokok merasa didiskriminasi dan kerap sembunyi-sembunyi saat merokok.
Menariknya lagi, menteri kesehatan yang baru itu menyebutkan, “saya tidak akan menjadi polisi moral dan harus hidup seperti apa, saya berniat membantu dengan menyediakan informasi yang bisa menjadi landasan pengambilan keputusan”. Ungkapnya merujuk berita yang dilansir detik.com.
Tentu pandangan Sylvi yang kontroversial ini bukan tidak menuai banyak kritik. Terutama dari kalangan yang selama ini getol mengkampanyekan bahaya rokok. Lebih jauh, menteri kesehatan ini dianggap sebagai ancaman baru, karena berpotensi mengubah cara berpikir masyarakat yang sudah dibentuk dengan susah payah oleh rezim kesehatan global.
Meski demikian, Silvy Listaugh sendiri tidak serta merta membilang rokok itu tidak memiliki risiko, secara obyektif Ia menilai rokok maupun produk konsumsi yang mengandung alkohol adalah pilihan bebas bagi mereka yang sudah dewasa, baginya orang dewasa dapat bertanggung jawab atas keputusannya sendiri. Dalam pandangannya pula, Ia tak menginginkan mereka yang belum cukup umur mengonsumsi apa yang belum patut dikonsumsi, yakni rokok serta minuman beralkohol.
Boleh jadi jika menteri kesehatan di Indonesia memiliki pandangan obyektif seperti ini, bukan saja menuai kritik dari kalangan kesehatan. Lembaga-lembaga yang selama ini mendukung agenda antirokok pula akan melayangkan bahasa yang lebih keras. Boleh jadi berupa hujatan dan komentar-komentar yang tak senonoh diterimanya. Apalagi Silvy Listaugh sendiri adalah seorang perokok perempuan.
Sebagai perokok kita tentu sependapat dengan pandangan menteri kesehatan Norwegia itu. Walau beda negara dan banyak beda pula dalam hal-hal lainnya. Namun dalam perkara rokok yang merupakan produk legal, kita merasa mendapatkan satu sosok pahlawan baru yang membawa pencerahan. Terlebih lagi Ia berasal dari kalangan kesehatan yang umumnya seragam dalam memojokkan produk konsumsi bercukai.
Iya memang sudah semestinya perkara rokok disikapi dengan bijak dan obyektif. Kalangan kesehatan pula harusnya proporsional dan edukatif dalam memberi informasi kesehatan. Bukan melulu seperti yang selama ini dikampanyekan menyoal larangan dan stigma negatif terhadap perokok. Bagaimana tidak jengah kita kalau cara-cara yang dilakukan antirokok jauh dari kata mendidik. Sekali lagi, salut buat menteri kesehatan Norwegia.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024