Terlalu banyak informasi kesehatan yang di-framing menyasar hanya pada rokok dan kebiasaan merokok. Menyebut rokok sebagai biang kerok semua penyakit. Celakanya, masyarakat umum mudah percaya terhadap informasi semacam itu.
Persoalan obesitas seakan luput dari pergunjingan sebagai salah satu penyebab kanker. Di Inggris, obesitas hampir menggeser rokok sebagai penyebab empat kasus kanker; kanker usus, kanker ginjal, kanker hati dan kanker ovarium.
Menurut Cancer Research UK, jutaan orang Inggris berisiko terkena kanker karena berat badan mereka. Apalagi dengan fakta bahwa orang obesitas di inggris melebihi jumlah perokok dengan perbandingan dua banding satu.
Masih dari data yang sama, ada 13 jenis kanker berbeda terkait erat dengan obesitas seperti kanker payudara, kanker usus, kanker pankreas, kanker esofagus, kanker hati, kanker ginjal, kanker perut bagian atas, kanker kantung empedu, kanker rahim, kanker ovarium, kanker tiroid, kanker multipel mieloma (kanker darah) dan meningioma atau kanker otak.
Persoalan obesitas yang kerap dialami masyarakat tidak jarang berujung stroke. Sama seperti jantung, penyakit stroke biasanya disebabkan oleh tingginya kadar kolesterol dalam darah dan tingginya tekanan darah dalam tubuh. Dan hal itu terjadi karena kebiasaan masyarakat mengonsumsi makanan berkolesterol dan kadar gula yang tinggi. Sekali lagi tidak ada hubungannya dengan rokok.
Tidak banyak informasi yang menyebutkan bahwa pola konsumsi yang berlebihan adalah pencetus munculnya beragam penyakit. Tingginya kadar kolesterol dalam tubuh akibat pola konsumsi yang serampangan termasuk penyebab terjadinya stroke. Namun sedikit sekali informasi kesehatan yang mengungkap akan hal itu. Pasti saja oleh kalangan kesehatan atau kelompok antirokok menganggap rokok yang dipandang sebagai satu-satunya penyebab.
Justru pada sisi yang berbeda, tembakau yang merupakan bahan baku utama pada rokok mampu menekan risiko penyakit alzheimer dan parkinson. Ilmuwan dari Harvard School of Public Health, Dr. Edward Uthman MD, pernah melakukan analisa data dari penelitian rekam medis terhadap 79.977 wanita dan 63.348 pria selama 9 tahun.
Hasilnya, seseorang yang pernah merokok dan telah berhenti, berisiko terkena parkinson 22% lebih rendah dari yang tidak merokok, sedangkan yang masih aktif merokok 73% lebih rendah dari yang tidak merokok.
Namun hal ini bukan berarti rokok tidak memiliki faktor risiko, hanya saja sedikit orang yang mau bersikap adil. Kalau sudah begini, maukah kita menerima kenyataan bahwa penyakit mematikan macam di atas tidak melulu disebabkan karena urusan merokok. Beranikah kita mengakui bahwa kebiasaan hidup yang buruklah yang menjadi faktor utama segala penyakit.