Press ESC to close

Inilah Alasan Kenapa Jamaah Haji yang Kedapatan Membawa Banyak Rokok Perlu Diapresiasi

Musim haji telah tiba. Banyak jamaah haji secara berkala diberangkatkan dari berbagai daerah di Indonesia. Tentulah pergi ke tanah suci adalah ibadah yang memiliki nilai tersendiri bagi umat islam di seluruh dunia. Selain merupakan bagian dari pemenuhan rukun islam. Pergi haji dapat dimaknai pula sebagai ajang silaturahmi akbar yang mempertemukan umat islam dari berbagai belahan bumi.

Tentu saja banyak persiapan telah dilakukan para calon jamaah haji dalam memenuhi panggilan ibadah ke tanah suci. Niscaya hal itu dilakukan layaknya kita menghadapi lebaran Idul Fitri. Segala keperluan dipersiapkan untuk menunjang nilai ibadah dengan disertai beramal sebanyak-banyaknya.

Di sini uniknya, pada musim haji seperti sekarang ini berulang terjadi dan kembali menjadi sorotan media, terkait barang bawaan jamaah yang terpaksa harus disita menjelang keberangkatan. Umumnya berupa rokok  dan obat kuat yang disita petugas, ramai diangkat ke dalam berbagai pemberitaan media. Perkara lain yang lebih penting dari itu, sudahlah abaikan saja.

Rokok meskipun produk legal, termasuk barang konsumsi yang sangat dibatasi jumlahnya. Para pihak penyelenggara haji terbilang ketat dalam mematuhi aturan yang ditetapkan. Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah Arab Saudi memang sudah menetapkan pembatasan jumlah rokok yang boleh dibawa para tamu tuhan ke negerinya, bahkan untuk membeli rokok di sana tak semudah di negeri kita. Kabarnya jumlah rokok yang boleh dibawa jamaah maksimal hanya 20 bungkus.

Baca Juga:  Review Rokok Djarum Black Cappuccino, Inovasi Sukses dari Sang Maestro

Di musim haji tahun lalu perhatian media pun tak membuang jauh, berita tentang penyitaan rokok yang dibawa calon jamaah haji cukup marak. Repetisi isu rokok semacam itu, apalagi ini terkait pelanggaran yang dilakukan calon jamaah haji dan perokok pula. Pada gilirannya akan membentuk opini publik. Bahwa semua perokok pasti begitu, takut kehabisan rokok di negeri orang mereka bawa deh banyak-banyak. Bahkan ada yang niatannya dijual pula. Waduh.

Sebagai sebuah pelanggaran iya tentu harus ditindak, bahkan sebaiknya sudah diingatkan secara masif jauh hari sebelum mereka diberangkatkan. Kenapa begitu, karena hampir rata-rata yang melakukan pelanggaran orang-orang yang sudah cukup tua. Iya kita tentu tahu, tak jarang kolega di tanah suci yang secara khusus memesan untuk dibawakan oleh-oleh rokok pavorit, kretek tentunya. Bukan lagi rahasia, di luar Indonesia sebungkus kretek harganya terbilang cukup mahal. Makanya kalau ada calon jamaah haji yang kedapatan membawa kretek melebihi ketentuan, salah satu alasannya di situ.

Sejak dulu orang Indonesia selain dikenal memiliki semangat solidaritas yang tinggi juga memiliki jiwa kewiraan yang luar biasa. Tak memungkiri, saya pun mungkin akan berlaku serupa jika ada kolega di negeri orang yang memesan dibawakan kretek, pasti saya bawakan, hanya saja saya akan lebih mengukur diri. Artinya, kalau tidak punya siasat jitu agar tidak kena sita iya tak perlu bawa banyak.  Bawa saja sejumlah ketentuan yang berlaku saja, hehe.

Baca Juga:  Rokok, Kemewahan Terakhir Masyarakat yang Hendak Direbut Orang Kaya

Biar bagaimanapun saya cukup kagum dengan para calon jamaah haji yang kedapatan membawa banyak kretek. Meski nasib kretek bawaannya harus disita petugas, meski berstatus melakukan pelanggaran. Kekaguman saya karena mereka itu rata-rata perokok dan terbilang sudah berumur. Masih pula mampu menunaikan ibadah haji yang cukup menyita energi.

Tuduhan antirokok yang membilang bahwa umur perokok itu pendek terbantahkan oleh kasus semacam ini. Bahkan boleh dibilang, para orang tua itu layak diapresiasi sebagai duta budaya. Lha yaiya dong, secara tak langsung mereka sudah ada upaya untuk mengampanyekan produk heritage Indonesia, sehingga kian mendapat tempat di sanubari dunia. Semakin mengukuhkan pula bahwa kretek sebagai produk unggulan bangsa sungguh digdaya. Tapi persoalannya, apa pemerintah mau peduli dan punya cara pandang yang sama dengan kita para kretekus. Ah mustahil belaka. Selagi pemerintah hanya peduli sama duit cukainya saja, isu kesehatan yang menstigma rokok sebagai musuh bersama diamini pula sepenuhnya. Iya nasib kretek dan industrinya tak ubahnya sapi perahan sudah. Coba itu.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah