Beberapa hari lalu dan mungkin sampai hari ini Indonesia masih berduka. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho tutup usia. Almarhum Sutopo divonis mengidap kanker paru stadium 4B. Saya atas nama pribadi dan Komunitas Kretek mengucapkan turut berbela sungkawa. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT.
Orang-orang mengenal Sutopo sebagai pahlawan kemanusiaan. Semasa hidupnya iya begitu aktif menyampaikan perkembangan seputar bencana melalui akun Twitternya. Kanker yang dideritanya tak menyurutkan semangat sang pahlawan kemanusiaan itu untuk terus bekerja.
Bahkan, media internasional ABC Internasional sempat menuliskan cerita Sutopo ketika meng-update informasi bencana. “Saya tahu dokter menyuruh saya untuk banyak istirahat tapi setelah kena kanker saya jadi sulit tidur. Apalagi ada gempa tsunami, malah kebetulan, saya bisa pakai jam-jam itu untuk meng-update dan mengkompilasi informasi sana-sini dari hape,” kata Sutopo dilansir dari ABC Australia.
Berdasarkan penuturannya saat masih hidup, Sutopo merasa syok saat divonis mengidap kanker paru. Ia merasa selama hidupnya tidak pernah merokok dan selalu menjalankan pola hidup sehat. “saya tidak merokok, genetik tidak ada, dan makan sehat,” katanya.
Sialnya, bagi kelompok antirokok, apa yang dialami almarhum merupakan akibat dari paparan asap rokok. Seperti halnya pernyataan dari Ketua YLKI Tulus Abadi, menurutnya Almarhum Pak Sutopo adalah salah satu korban keganasan asap rokok di tempat kerjanya. “Pak Sutopo adalah korban egoisme bahkan sadisme dari lingkungan kerjanya yang membara oleh asap rokok,” ucapnya seperti dilansir Suara.com.
Narasi antirokok selalu seperti itu menjadikan perokok sebagai biang kerok atas sebuah penyakit kanker. Selalu mencari-cari apa yang bisa dikaitkan ke perokok. Meninggalnya Sutopo tentu saja akan jadi gorengan baru bagi mereka dengan narasi penyebab kanker ya dari asap rokok.
Padalah banyak penelitian yang membantah bahwa ada faktor yang lebih besar penyebab kanker paru. Ahli bedah Toraks dan Kardiovaskular dari Gleneagles Hospital Singapura Dr. Su Jang Wen menjelaskan, penyebab seseorang terkena penyakit kanker paru bisa banyak hal. Bisa karena riwayat keluarga juga bahan kimia yang terkandung dalam udara. Hal terakhir banyak ditemukan pada kota-kota besar dengan angka polusi udara yang tinggi.
Menurutnya, anggapan “Saya tidak merokok jadi tidak punya kanker paru-paru” adalah pernyataan yang salah. Saat ini, sudah banyak ditemukan kasus orang yang tidak merokok tapi tetap terkena kanker (khususnya kanker paru).
Studi terbaru yang dilakukan Greenpeace dan IQAir menyebutkan bahwa Jakarta tergolong kota dengan polusi udara tertinggi di Asia Tenggara. Dalam studi itu ditemukan bahwa konsentrasi rata-rata tahunan PM2.5 (partikulat matter 2.5) masuk kategori sangat buruk. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta Selatan 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37.5 µg/m3.
Tentu saja hasil studi ini mengkhawatirkan, apalagi didukung temuan lainnya yang menyebut bahwa polusi udara lebih mematikan dibandingkan asap rokok. Studi yang dilakukan tim dari Universitas Medical Center Mainz di Jerman juga menemukan bahwa polusi udara menyebabkan lebih banyak kematian daripada merokok sebesar dua kali lipat.
Profesor Thomas Münzel dari Departemen Kardiologi Universitas Medical Center Mainz di Jerman menjelaskan bahwa polusi udara menyebabkan lebih banyak kematian daripada merokok tembakau. “Merokok dapat dihindari tetapi polusi udara tidak,” ujarnya.
Ironi memang, ketika para agen antirokok dengan lantang menyalahkan rokok sebagai penyebab penyakit tapi mereka tidak mau mengungkapkan beberapa penelitian terbaru. Mereka yang berjuang atas nama kesehatan pun lebih memilih menghabisi rokok ketimbang bersama-sama menyelesaikan masalah polusi udara.
Atau jangan-jangan karena mereka juga bagian dari penyumbang polusi udara makanya mereka nggak teriak-teriak soal polusi udara. Beranikah Tulus Abadi menyatakan “Pak Sutopo itu korban egoisme bahkan sadisme dari pengguna kendaraan yang menyumbang polusi udara?”.