Search
3 Gaya Bebas Yang Biasa Dilakukan Perokok

Jangan Bisanya Cuma Bikin Denda, Sediakan Ruang Merokok dan Lakukan Edukasi Pada Perokok

Di berbagai daerah, Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok mulai dimunculkan. Regulasi ini diterbitkan sebagai turunan dari PP 109/2012 yang membahas soal pengendalian produk tembakau. Bukan cuma produknya, tetapi aturan ini juga mengatur pembatasan ruang merokok, utamanya tindak dan laku para perokok.

Perokok memang perlu diatur agar tidak merokok di sembarang tempat. Dengan demikian, masyarakat yang bukan perokok mendapat jaminan untuk tidak terpapar asap rokok. Meski pada praktiknya peraturan semacam itu lebih sering tidak efektif. Umumnya karena tidak dikawal dengan baik, tidak berlangsungnya proses edukasi kepada perokok serta tiadanya penyediaan ruang merokok yang memadai.

Dari fakta semacam itu, masih ada saja pemerintah kota yang mengangkangi asas dari peraturan tentang KTR. Salah satu contoh belakangan ini seperti yang akan dilakukan pemerintah Kota Jambi. Yakni dengan menggodok munculnya Perwali ngaco untuk perokok.

Pada Perwali itu, para pelanggar KTR akan dikenai sanksi denda sebesar Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Alasan yang mendasari ini digadang-gadang lantaran sering terjadinya pelanggaran KTR yang dilakukan perokok. Tentu bukan hal keliru, jika asasnya adalah untuk melindungi masyarakat yang bukan perokok, bahkan memang perlu pula menindak pemilik gedung yang tidak menyediakan fasilitas area merokok.

Baca Juga:  Santai Saja, Rokok Itu Tidak Haram

Sebagai catatan, wacana sanksi denda ini sesungguhnya bukan yang pertama kali terjadi. Seperti halnya di Bogor dan Probolinggo pada beberapa tahun lalu. Di Bogor oleh walikotanya bahkan hal ini disebut menjadi bagian dari upaya menyiksa perokok. Tapi ya semua tidak berjalan dengan nyata.

Dari sini ada hal penting yang perlu dipahami, apakah upaya itu berjalan efektif? Atau jangan-jangan sekadar menjadi ajang pencitraan semata?

Secara prinsip, rokok adalah produk legal yang telah diatur dalam Undang-undang. Bukan hanya soal tata niaganya, termasuk juga soal aktivitas mengonsumsinya. Regulasi yang mengikat produk legal ini didasari asas untuk memberi rasa keadilan bagi semua pihak. Lantaran asap rokok memiliki kemungkinan mengganggu kenyamanan orang lain.

Namun yang kita sesalkan adalah upaya Pemkot Jambi yang hanya menyasar perokok pada sanksi denda ini. Wacana tersebut jelas mengarah pada upaya mengambinghitamkan perokok. Sudah harus bayar cukai rokok lengkap beserta pajak-pajak lainnya, lah ini disuruh keluarkan uang lagi atas perkara yang belum tentu menjadi kesalahan perokok.

Baca Juga:  Bisakah Merokok Jadi Tindakan Alternatif Mencegah Corona?

Tanpa harus dibebani sanksi denda, sebetulnya cara-cara edukatiflah yang mestinya diberlakukan. Coba suruh para perokok itu melakukan aktivitasnya di ruang merokok, selesai urusan. Tidak bakal mereka merokok sembarangan lagi. Tidak bakal masyarakat terganggu kenyamanannya. Karena ketimbang menghukum dan mengancam denda, masyarakat lebih butuh edukasi agar tidak melakukan pelanggaran.

Tapi saya paham sih kenapa edukasi tidak berlaku, lah ruang merokoknya saja belum tentu disediakan oleh pemerintah. Nanti pas edukasi minta masyarakat merokok di tempat khususnya, malah dibalikin sama perokok; ruang merokoknya dimana pak? Makanya, kalau mau bikin aturan soal KTR ya ruang merokoknya disediakan dulu.