Gerakan kepanduan yang kita kenal sebagai Pramuka tiap tahunnya melakukan peringatan hari jadi di tanggal 14 Agustus. Sebagai mana agendanya para pandu, mereka pun memperingatinya dengan cara-cara khas kepanduanya, yakni kegiatan jambore nasional. Sayangnya, pada Jambore Nasional yang dilakukan di Kulon Progo tahun ini, ada hal berbeda yang justru membuat jelek nama Pramuka itu sendiri.
Pada agenda tersebut, dilaksanakan sebuah deklarasi melawan narkoba sebagai komitmen mereka memerangi bahaya narkoba. Mengingat penyalahgunaan narkoba memang menjadi satu masalah tersendiri yang mengancam kehidupan masyarakat. Namun, yang tidak tepat adalah, perlawanan terhadap narkoba itu juga ditujukan pada rokok. Sesuatu yang sama sekali berbeda dengan narkoba.
Bahkan, pada acara deklarasi itu dilangsungkan pula pula aksi dramatik merusak replika bungkus rokok. Menandai keseriusan dari komitmen mereka dalam memerangi narkoba bernama. Sekali lagi hal ini tentu memberi preseden buruk terhadap citra Pramuka. Satu sesat pikir yang menjadi backfire bagi gerakan mereka.
Seperti yang kita ketahui, Kulon Progo adalah salah satu kabupaten di Yogyakarta dengan sikap paling keras kepada rokok dan perokok. Hal ini bisa dilihat dengan penerapan Perda KTR milik mereka, yang bahkan melarang ritel-ritel setempat memajang produk rokok di etalasenya.
Deklarasi Pramuka lawan rokok di Taman Budaya Kulon Progo itu memberi isyarat kepada masyarakat, bahwa Pramuka di Kulon Progo telah menjadi alat dari kepentingan yang tidak berpihak pada sumber pendapatan lokal. Artinya, memerangi rokok sama dengan berupaya mengganjal kelangsungan devisa bagi negara. Berarti pula mengingkari semangat Nawacita yang berorientasi melindungi ekonomi masyarakat pinggiran.
Bicara soal rokok di Indonesia, maka kita akan bicara salah satu produk budaya lokal yakni kretek. Kulon Progo adalah salah satu daerah dengan perkebunan cengkeh paling paling luas. Dan, sekadar mengingatkan, hampir seluruh produksi cengkeh di Indonesia itu diserap oleh industri kretek. Petani cengkeh di Kulon Progo mendapat penghidupan dari cengkeh yang diserap untuk kebutuhan industri kretek.
Selain itu, sekadar mengingatkan, narkoba dan rokok itu adalah dua hal yang berbeda. Jika kemudian rokok dan narkoba adalah hal yang sama, mengapa rokok masih saja dinyatakan sebagai produk legal oleh negara? Kenapa tidak diilegalkan layaknya narkoba? Atau masuk ke kategori narkoba golongan berapa gitu, kan selesai urusan.
Semua itu tidak terjadi karena memang rokok dan narkoba adalah dua hal yang berbeda. Keduanya tidak sama, dan tidak bisa disamakan begitu saja. Jika mau perangi narkoba ya perangi saja. Kalau mau perangi rokok pun silakan saja, tapi ya jangan samakan rokok dan narkoba dong. Ini bukan barang sapujagat yang semua-mua bisa disamakan.
Lagipula, jika memang deklarasi itu bertujuan menekan angka perokok di bawah umur, mestinya ada langkah konkret yang lebih edukatif. Tanpa harus melakukan tindakan yang bertentangan dengan asas Tri Satya Pramuka. Salah dua poinnya adalah menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat. Jargon mencipta generasi tanpa rokok dari deklarasi itu sama artinya menihilkan rokok sebagai produk legal yang memberi nilai penghidupan bagi banyak orang.
Padahal nih ya, justru dengan memerangi rokok (baca: kretek) jelas sama halnya dengan melumpuhkan kaki-kaki ekonomi masyarakat. Bagaimana bisa terus membangun jika kaki-kaki ekonomi masyarakat dilumpuhkan. Petani cengkeh jadi kehilangan penghasilan, tembakau rakyat tak lagi bisa terserap pasar, ritel-ritel yang mendapatkan keuntungan dari penjualan rokok kehilangan pendapatan.
Bahasa perang yang secara implisit dimainkan antirokok dalam agenda deklarasi itu sudah barang tentu arahnya membasmi rokok dari peredaran. Kita bisa bersepakat jika itikad baiknya untuk menyingkirkan narkoba yang jelas-jelas bukan produk legal.
Namun, jika deklarasi itu hanya bertujuan menggalang kekuatan masyarakat melalui pramuka, yang disusul dengan tindakan membasmi keberadaan rokok. Tentu saja itu adalah tindakan yang menodai asas gerakan kepanduan, lebih tepatnya menjadi kontra produktif dari semangat menolong sesama hidup, yakni hajat hidup masyarakat yang bergantung dari sektor cengkeh dan tembakau.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024