Press ESC to close

Papua Tak Miskin Karena Rokok, Tapi Karena Belum Merdeka

Badan Pusat Statistik mengeluarkan data terbaru yang menyebutkan bahwa Papua menjadi provinsi yang paling miskin di Indonesia. Data tersebut menyebutkan bahwa ada kenaikan presentase penduduk miskin di Papua sebesar 0,10 persen dalam enam bulan terakhir. BPS dalam datanya juga menyertakan bahwa beras, rokok kretek, tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras dan daging ayam ras turut menaikkan persentase kemiskinan di Papua.

Komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan Provinsi Papua di daerah perkotaan adalah beras, rokok kretek, tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras dan daging ayam ras. Adapun komoditas yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek, daging babi dan ketela pohon/singkong.Namun apakah benar demikian?

Pertama pernyataan tersebut tentu mudah dipatahkan. Jika komoditas yang sudah disebutkan di atas termasuk rokok dianggap sebagai biang keroknya, lantas bagaimana dengan pembangunan infrastruktur di Papua. Boleh saja dikatakan bahwa Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mulai gencar membangun papua, namun infrastruktur yang kurang memadai membuat warga Papua kesulitan dalam mengakses barang pokok. Kurangnya infrastruktur juga tentu membuat harga menjadi tak menentu.

Kedua adalah sejauh ini Warga Papua selama ini memang tak pernah secara maksimal menikmati hasil alamnya. Selama ini tentu kita tahu bahwa Papua menjadi lumbung emas di dunia yang sejak perang dunia kedua sudah diperebutkan oleh bermacam negara. Indonesia kemudian yang berhasil menyatukan Papua dalam NKRI lalu menyerahkannya kepada perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat. Meski konon kabarnya Indonesia kini memiliki saham besar di Freeport namun apakah Warga Papua sudah merata menikmati hasilnya?

Baca Juga:  Petani Tembakau dan Kebijaksanaan Pemkab Gresik

Eksploitasi alam yang berlebihan juga membuat Warga Papua harus terusir dari rumahnya. Tentu masih banyak saudara kita di sana yang masih hidup bersampingan dengan alam. Illegal Loging dan maraknya pembangunan yang eksploitatif membuat mereka harus kehilangan pekerjaan dan ekosistem yang mereka bangun selama bertahun-tahun.

Dari hasil kajian Forest Watch Indonesia dalam tujuh tahun terakhir dari 2009 hingga 2016 deforestasi di Tanah Papua mencapai lebih dari 170,4 ribu hektare. Ancaman gundulnya hutan Papua berasal dari investasi pertambangan, perkebunan berskala besar serta kegiatan eksploitasi kayu serta potensi hutan lainya.

Tak hanya itu, faktor pangan juga jadi satu hal yang sebenarnya menentukan. Bertahun-tahun Warga Papua dipaksa untuk menjadikan beras sebagai konsumsi utama mereka. Sedangkan nenek moyang mereka bahkan hingga masyarakat Papua yang masih ada saat ini tak sedikit yang mengkonsumsi sagu. Beras kemudian juga dijadikan alasan pemerintah Indonesia untuk membuka lahan besar agar bisa ditanami pada lalu (mungkin) hasilnya akan dinikmati oleh warga dari luar Papua.

Baca Juga:  Wafatnya Dalang Kondang Tak Luput dari Anasir Kampanye Antirokok

Beberapa alasan di atas sejatinya cukup menjadi bantahan bagi mereka yang menyebut bahwa rokok menjadi alasan di balik kemiskinan warga Papua. Jika memang rokok masuk dalam komoditas yang sering dibeli seperti beras dan yang lainnya, tentu itu adalah tanda bahwa kretek juga merupakan kearifan lokal di Papua. Warga Papua memang tak asing dengan rokok layaknya mereka mengonsumsi sirih kapur sebagai tradisi.

Tapi kalau mau benar-benar dicari, sebenarnya penyebab dari semua kemiskinan yang ada di bumi papua ya disebabkan penjajahan di atas tanahnya. Sumber dayanya dieksploitasi, masyarakat dibiarkan miskin. Kalau mau lepas dari kemiskinan, dari kesengsaraan, tentu saja Papua harus merdeka. Merebut kemerdekaan dari tangan para penjajahnya.

Indi Hikami

Indi Hikami

TInggal di pinggiran Jakarta