Press ESC to close

Seandainya PB Djarum Tidak Pernah Ada di Indonesia, Bagaimana Nasib Bulutangkis Kita?

Sejak didirikan pada 1974 lalu, Perkumpulan Bulu Tangis Djarum telah menelurkan banyak talenta-talenta hebat di dunia olahraga tersebut. Cinta yang kuat akan olahraga bulu tangkis oleh Robert Budi Hartono yang merupakan CEO PT Djarum saat itu membuatnya benar-benar fokus dalam pengembangan dan pembibitan atlet-atlet muda. Semuanya memang dimulai secara sederhana dari lapangan kecil dan dengan anggota yang tak sebanyak PB Djarum seperti sekarang ini.

Catatan sejarah menuliskan bahwa lima tahun sebelumnya tepatnya pada 1969, klub bulutangkis sudah mulai terbentuk. Hanya pada saat itu Robert Budi Hartono dkk berlatih di Brak, Kudus, tempat di mana karyawan bekerja melinting rokok. Mereka berlatih saat sore hari dan saat itu namanya juga belum menggunakan PB Djarum melainkan Komunitas Kudus.

Lambat laun PB Djarum tumbuh besar dan kegemilangannya diawali dengan suksesnya Liem Swie King yang menjadi Rajanya Badminton di Indonesia dan Asia. Belajar dan menempa diri di sana turut membantu Liem Swie King muda merengkuh 36 trofi sepanjang kariernya. Tentu torehan paling membanggakan baginya adalah mampu menantang jagoan Indonesia lainnya saat itu, Rudi Hartono, di All England Final 1976 kala Liem Swie King masih berusia 20 tahun. Selain itu, ia juga sukses meraih emas pada ajang olahraga bergengsi Asian Games 1978 di Bangkok.

Baca Juga:  Perkara Ruang Merokok dan Perokok Etis Ketika Mudik

Semakin tinggi minat anak muda terhadap bulu tangkis membuat klub ini melebarkan sayapnya. Pada 1985 PB Djarum Jakarta diresmikan, setahun setelahnya mereka juga membukanya di Surabaya. Tentu dampaknya sangat signifikan, dunia badminton Indonesia semakin memiliki banyak talenta-talenta hebat yang mengharumkan nama bangsa di kemudian hari. Sebut saja Alan Budikusuma yang akhirnya meraih emas untuk Indonesia di ajang prestisius Olympiade 1992 di Barcelona.

Ada nama-nama lain pula seperti Christian Hadinata, dua Arbi bersaudara yaitu Hariyanto dan Hastomo, Ivana Lie, bahkan dua pasangan ganda campuran yang menjadi penyumbang emas bagi Indonesia di ajang Olympiade, Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir. Tentu juga ada beberapa atlet muda yang sedang naik daun seperti Kevin Sanjaya serta yang lainnya.

Bisa dibayangkan betapa pentingnya PB Djarum bagi dunia keolahragaan di Indonesia. Baktinya kepada negeri memang tak bisa diremehkan, kini mereka juga masih terus mengasah atlet-atlet muda dan memberikan beasiswa kepada mereka. Jika bukan kecintaan kepada negeri lantas apa lagi alasan lainnya?

Sayangnya niat baik memang tak selalu mendapatkan respon yang baik pula. Masih ada segelintir orang yang tak menyukai keberadaan PB Djarum. Mereka dianggap PB Djarum merupakan alat bagi perusahaaan PT Djarum untuk mengkampanyekan produk rokok mereka. Meski Yoppy Rosimin (Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation) telah membantah hal tersebut. Dia juga menjelaskan klub ini berada di bawah yayasan Djarum Foundation bukan oleh PT Djarum dan memang hanya fokus di dunia pengembangan atlet olahraga.

Baca Juga:  Simplifikasi Cukai Bukan Solusi Dari Problem Kesehatan Masyarakat

Tuduhan mengeksploitasi anak keluar dari lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Yayasan Lentera Anak. Walau demikian banyak pihak yang mengecam tuduhan tersebut, bahkan dari pihak-pihak yang sejatinya tak merokok. Bagi mereka bakti PB Djarum untuk negeri memang tak bisa disangsikan. Mereka meminta ancaman larangan PB Djarum untuk merekrut atlet muda untuk juga dicabut.

Tak bisa dibayangkan memang Indonesia tanpa PB Djarum. Apalagi, Badminton adalah salah satu olahraga favorit di tanah air dan yang sukses mengharumkan nama bangsa di mata dunia. Sungguh tak bisa dibayangkan apabila PB Djarum tiada.

Indi Hikami

Indi Hikami

TInggal di pinggiran Jakarta