Press ESC to close

Cukai dan Harga Naik, Tingwe dan Rokok Murah adalah Solusi

Perokok adalah konsumen yang paling terasa diperas dengan kenaikan cukai setiap tahun. Apalagi setelah kemarin presiden Jokowi menetapkan cukai rokok naik sebesar 23 %, harga rokok pun naik 35%. Kalau sudah begini, pihak yang secara langsung jelas saja konsumen. Sudah dipaksa bayar cukai melulu, eh tarif dan harganya dinaikkan gila-gilaan. Hadeeeeh.

Dengan kenaikan ini, Rokok MLD yang semula seharga Rp 21 ribu akan naik di kisaran Rp 28-30rb. Lalu, rokok Djarum Coklat dari harga Rp 13 ribu bisa dibeli dengan harga Rp 16-18 ribu. Bukan main memang kenaikkan harganya. Rakyat kini harus membayar mahal untuk mendapatkan pelepas penat dari sebungkus rokok. Kondisi ini membuat kita jadi berpikir lebih untuk membeli rokok seperti biasanya.

Di sisi lain dampak dari kenaikan cukai akan membuat peredaran rokok ilegal akan meningkat. Rokok ilegal yang murah harganya itu akan menjadi pilihan bagi sebagian besar perokok. Seperti yang telah kita tahu, rokok ilegal adalah rokok tanpa cukai. Negara tidaklah mendapat pemasukan dari peredaran rokok semacam ini.

Mau tak mau pada kondisi semacam ini, para perokok harus beradaptasi dengan harga dan berkompromi dengan kualitas. Agar tetap bisa merokok, mereka akan lebih memilih untuk turun kelas dalam urusan membeli rokok. Kalau sebelumnya beli LA Lights, ya sekarang cukup beli Diplomat Mild. Jika sebelumnya beli Dji Sam Soe ya nantinya cukup dengan Sampoerna Hijau.

Baca Juga:  Kenapa Ada Rokok Shaming dan Kasta Rokok Tertentu?

Ya, dalam kondisi seperti ini, kelas rokok murah menjadi salah satu pilihan yang cukup menjawab. Meski kita tahu, pastinya negara tidak diuntungkan jika kita membeli rokok murah. Karena, rokok mahal golongan 1 selama ini menjadi sumber pemasukan paling besar mengingat tarif cukainya juga merupakan yang paling mahal.

Sebagai konsumen, perokok jelas menjadi pihak yang secara langsung dirugikan oleh negara lewat kenaikkan tarif cukai setinggi langit ini. Karena selama ini rokok telah menjadi produk penghiburan rakyat yang paling terjangkau dan memberi pemasukan besar bagi negara. Perlu diketahui, perokok adalah pihak yang dibebani kewajiban membayar tarif cukai, PPN, serta pajak daerah.

Jadi, dengan kenaikkan tarif ini, perokok harus merasa dikhianati oleh negara. Setelah selalu menjadi salah satu pemberi uang paling besar untuk negara, justru pemerintah sama sekali tidak memikirkan nasib dan aspirasi perokok. Perokok hanya dianggap sebagai sapi perah, penghasil uang, dan tidak perlu dianggap nasib dan penghidupannya. Pada kondisi pertumbuhan ekonomi yang kurang baik ini, di saat daya beli masyarakat pun sedang tidak bagus, kenaikkan tarif cukai rokok jelas akan membuat sengsara rakyat.

Baca Juga:  Perokok dalam Belenggu Pidana

Kalau sudah begini, hanya ada satu pilihan: lawan!

Ke depannya, perokok lebih baik menurunkan kelas konsumsinya. Beli rokok yang lebih murah, jangan berikan negara uang dari rokok dengan tarif cukai mahal. Jangan berikan negara pemasukan besar. Buat apa lagi kita memikirkan pihak yang hanya menganggap kita sebagai sapi perah.

Atau, lebih baik kita membeli tembakau langsung dari petani, ataupula dari penjual tembakau di pasar. Sudah barang tentu metode konsumsi ini cukup terjangkau. Membeli tembakau, cengkeh, dan wur sendiri, meraciknya sendiri, serta melintingnya sendiri. Itu sudah cukup untuk meluruhkan penat. Mari jadi perokok tingwe!

Tak ada pilihan lain lagi, rokok murah dan rokok tingwe menjadi solusi yang cukup efektif untuk mengisi kesenangan kita, biar saja pemerintah tambah kewalahan, rokok dengan cukai mahal biar saja semakin tak terbeli. Tapi yang pasti, kita masih bisa ngebul dengan cara kita sendiri. Yo tingwenan lur!

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah