Tak ada yang disenangkan dari melonjaknya tarif cukai rokok sebesar 21,5%. Memang tak sebanyak dengan apa yang akan diajukan oleh pemerintah yaitu 23% namun, kenaikan sebesar 21,5 % tetaplah kenaikan yang patut dikritisi menginat dampaknya yang bisa diprediksi. Dampaknya, bisa kita lihat akan terasa dari hulu hingga hilir.
Sudah sejak kemarin bermunculan kekecewaan dari para konsumen yang merasa akan naiknya tarif cukai rokok. Kekecewaan terhadap harga yang kian naik, dan ini tentu akan berdampak pada daya beli mereka itu sendiri. Dampak pembelian tentu ada pada dua hal, yang pertama adalah ekosistem industri tembakau yang akan goyah, yang kedua adalah bahaya rokok ilegal yang sudah mengintai. Tahun 2019 ini saja rokok ilegal masih marak menyebar di seluruh penjuru negeri, bagaimana nanti ketika harga rokok kian mahal. Apalagi kasus ini diperparah juga dengan belum maksimalnya pemerintah mengatasi peredaran rokok ilegal di masyarakat.
Kerugian tentu bukan hanya pada sisi konsumen. Dampak vitalnya dari kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai adalah di sektor pertanian. Bahaya itu muncul ketika harga rokok terus meroket, pabrikan tentu akan melihat sejauh mana produk mereka terjual di pasaran dan secara ekonomi itu akan berdampak pada penyerapan atau pembelian tembakau langsung dari petani.
Fakta terbaru adalah panen besar tembakau di Temanggung ternyata tidak menjadi hal yang membahagiakan bagi para petani. Secara hasil memang panen tembakau di 2019 ini menghasilkan kualitas yang baik. Namun masalahnya adalah penyerapannya yang nyatanya tidak maksimal. Berdasarkan data dari tulisan yang pernah dirilis oleh komunitaskretek.or.id, diperkirakan masih ada sekitar 30% hasil panen tembakau yang belum diserap pabrikan.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia sebagai salah satu organisasi yang beranggotakan para petani tembakau menjelaskan bahwa PMK 152/2019 berakibat buruk terhadap kelangsungan petani tembakau. Mereka juga kecewa dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang semena-mena mengambil langkah menaikkan tarif cukai tersebut.
Itu baru kabar yang kurang baik dari para petani tembakau. Lantas bagaimana dengan para petani cengkeh? Kumparan.com menyebutkan bahwa petani cengkih di Maluku mengeluhkan turunnya harga cengkih sejak tiga bulan terakhir. Memang faktor utamanya adalah permainan para tengkulak dan tidak ada campur tangan pemerintah dalam menyehatkan ekosistem penjualan hasil cengkeh.
Hal yang buruk juga bisa saja terjadi di 2020 mendatang, ketika tarif cukai naik sebesar 21,5%. Tentu petani cengkeh akan semakin megap-megap mengingat rokok sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan adalah dua jenis rokok yang populer di Indonesia. SKM saja kenaikan cukainya hingga 1.700 sedang SKT sebesar 1.460 rupiah.
Oke, mari kita perdalam lagi soal bahayanya harga rokok yang meroket bagi para petani cengkeh. Fakta yang terjadi saat ini adalah harga cengkeh di pasar terus anjlok. Harga jual cengkeh di pusat juta turut merosot tajam, tidak hanya di daerah. Harga cengkeh di pengepul tidak mencapai seratus ribu Rupiah per kilogramnya dan hanya berada di kisaran sembilan puluh lima ribu Rupiah. Harga ini akan terus anjlok ketika tarif cukai rokok mulai diterapkan pada 2020 mendatang.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik boleh saja mengeluarkan data yang menggembirakan yaitu ekspor cengkeh kita naik untuk periode Januari-November 2018, ekspor cengkeh dari Indonesia mencapai US$ 76,97 juta alias naik 211,44% dari periode sama tahun lalu di US$ 24,71 juta. Tetapi yang terjadi di lapangan justru Tapi swasembada komoditas cengkeh dalam negri ini tidak selaras dengan harga yang diberlakukan dipasaran dan ditingkat petani.
Ada banyak faktor memang yang menjadikan ekosistem bisnis di dunia cengkeh berjalan semrawut. Namun, salah satu yang utama adalah naiknya harga rokok itu sendiri mengingat industri rokok menjadi salah satu pondasi penting dalam bisnis cengkeh. Sekali lagi ditegaskan, kenaikan tarif cukai rokok akan sangat-sangat berpengaruh pada penyerapan pembelian cengkeh dari para petani. Ketika cengkeh anjlok dan para petani berganti usaha, di sinilah sebagai bangsa besar, Indonesia sudah kalah, kalah dalam mempertahankan jati dirinya.
Saya percaya satu ekosistem ekonomi yang sehat dibangun dari daya konsumsi, harga yang sehat, serta penyerapan yang baik pada hasil pertanian. Sektor hilir industri pertembakauan dihancurkan oleh pemerintah dengan harga rokok yang kian mahal, perlahan-lahan kehancuran ini akan langsung dirasakan di sektor hulu, yaitu para petani sendiri. Kalau sudah begini, pemerintah kerjanya ngapain ajah?
- Rokok Lucky Strike, Cigarettes That Always Strike You! - 7 November 2021
- Apa Rokok Paling Enak Versi Perempuan? - 16 October 2021
- Rekomendasi Rokok Enak Untuk Pemula (Bagian 2) - 9 October 2021