Press ESC to close

Perda KTR Kabupaten Bandung yang Diskriminatif dan Tidak Objektif

Perda KTR yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung adalah sebuah contoh bagaimana aturan dibuat tidak dengan bijak dan objektif. Kebanyakan isi dari Perda tersebut lebih berupa ancaman dan diskriminasi terhadap perokok, tanpa ada keinginan untuk menyelesaikan perkara dari urusan merokok. Kalau sudah begini, Perda KTR Kabupaten Bandung hanya akan menjadi satu lagi aturan yang tidak berjalan.

Jika belakangan ini kalian menemukan beberapa berita soal ancaman sanksi Rp 50 juta terhadap perokok, ya Perda KTR Kabupaten Bandung inilah yang mewacanakannya. Sebenarnya penerapan sanksi dan denda tidak menjadi persoalan apabila angkanya tidak sengawur ini. Selain itu, kesiapan Pemkab Bandung dalam menyediakan sarana dan prasarana guna menunjang Perda KTR ini tidak bisa dibilang mencukupi.

Sebagai contoh, sudahkah ruang merokok tersedia di banyak tempat agar bisa mengakomodasi kepentingan para perokok? Atau agar lebih sederhana, apakah kantor-kantor pemerintahan di lingkungan Kabupaten Bandung sudah meyediakan ruang merokok dengan gazebo seperti yang diperintahkan Perda KTR? Saya kira hal itu belum terjadi juga.

Karena itu, keberadaan Satuan Tugas penegak Perda KTR di Bandung ini selain akan menjadi hal yang sia-sia, tapi juga menunjukan diskriminasi terhadap perokok yang gagal menemukan ruang merokok di tempat-tempat tertentu. Okelah kalau merokok di rumah sakit, boleh disanksi, tapi kalau merokok di terminal atau stasiun yang belum menyediakan area merokok, apa layak hal tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran KTR?

Baca Juga:  Persoalan Perokok Anak Dijawab Dengan Menaikkan Cukai?

Angka dengan dalam ancaman sanksi juga, selain tidak masuk akal, tidak dibuat berdasarkan asas bijak dan objektif. Mungkin dikira ancaman sanksi Rp 50 juta itu menakutkan buat perokok, padahal ya, ancaman tersebut hanya akan menjadi angin lalu dan tidak bisa terwujud mengingat ketersediaan ruang merokok juga tidak mampu diwujudkan Pemkab Bandung. Pada akhirnya, Perda KTR tidak akan berjalan efektif.

Kemudian, arahan agar tempat khusus merokok disediakan di ruang terbuka juga membuat penerapannya menjadi lebih sulit. Bukan apa-apa, tidak semua gedung memiliki beranda di setiap lantainya. Selain itu, ada tempat-tempat makan di dalam pusat perbelanjaan yang bersedia menyediakan ruang tertutup lengkap dengan penyaring udara. Kalau semua tempat khusus harus ada di ruang terbuka dengan gazebo, belum tentu banyak pengelola tempat umum yang bersedia menyediakan.

Jika memang mau memberikan sanksi yang tegas, dan dengan niat menegakkan aturan agar semua orang bisa mendapatkan haknya sebagai warga negara, seharusnya Perda KTR Kabupaten Bandung juga mencatumkan ancaman sanksi bagi pengelola tempat umum yang tidak menyediakan ruang merokok. Karena, dalam aturan baik di Perda, Perbup, PP, juga Undang-undang Kesehatan, tempat kerja dan tempat umum lainnya menyediakan ruang merokok. Bukan dapat, atau bisa iya bisa tidak.

Baca Juga:  Pabrik Rokok di Kudus Tunaikan THR Lebih Awal, Bukti Taat Asas

Tapi ya tadi, selama aturannya dibuat hanya untuk mengancam dan menakut-nakuti perokok, selama itu juga aturan tentang KTR tidak akan berjalan dengan maksimal. Harusnya, para kepala daerah beserta anggota legislatif di daerah bisa membaca situasi semacam ini sebagai sebuah pembelajaran guna membuat aturan KTR yang bijak dan mengakomodasi kepentingan semua masyarakat. Kalau cuma untuk mendiskriminasi perokok, nggak usah dibuatkan aturan, jadi rezim tiran aja udah kelar semua urusan.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit