Press ESC to close

Serius Merokok Sebabkan Gangguan Jiwa?

Perokok boleh jadi manusia yang paling tabah menghadapi berbagai ujian hidup di dunia ini. Coba bayangkan, setiap hari harus menuntaskan beban kerja yang tak bisa dianggap enteng. Berjuang untuk tetap hidup memenuhi urusan penafkahan. Belum lagi ketika dihadapkan pada kondisi diskriminatif terkait aktivitas merokok. Lebih ngehek lagi, saban hari mendapati berita yang terus saja mendiskreditkan perokok.

Banyak media mengangkat hasil studi kesehatan yang menjurus pada stigma buruk terkait kebiasaan merokok. Perokok terus saja diteror oleh ragam informasi tentang kesehatan, agar perokok segera mengehentikan kebiasaannya. Berbagai ancaman penyakit mengerikan dialamatkan ke produk berbahan baku tembakau itu. Intinya, perokok terus ditakut-takuti agar berlaku hidup sehat dengan tidak merokok.

Selain sering disebut-sebut dapat menimbulkan berbagai penyakit fisik. Belum lama ini, disimpulkan menurut hasil studi peneliti dari Bristol University. Merokok dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, berupa depresi dan skizofrenia.

Jika kita komparasikan, kesimpulan hasil studi itu justru bertentangan dengan hasil studi yang menemukan manfaat dari nikotin sebagai stimulan ringan yang mampu menimbulkan efek rileks dan ceria. Ketika nikotin berikatan dengan reseptor di otak, ia akan melepaskan dopamin yang memainkan peran penting dalam modulasi perhatian, konsentrasi, nafsu makan, dan gerakan. Efek dopamin juga terbukti dapat meringankan penyakit parkinson dan alzheimer.

Baca Juga:  Apa Dampak Rokok Untuk Indonesia?

Tidaklah keliru, ketika rokok diakui sebagai salah satu sarana rekreatif oleh sebagian masyarakat. Iya karena kerja nikotin pada rokok mampu memberi efek rileks. Bukan membuat orang jadi mengalami depresi.

Sebagai catatan, persoalan depresi dan skizofrenia secara umum disebabkan oleh peristiwa traumatik ataupula tekanan batin yang dialami penderitanya. Kondisi sosial lingkungan juga punya andil penting memicu gangguan kejiwaan pada seseorang ataupula suatu masyarakat. Budaya perundungan (bullying) yang dilamatkan kepada entitas tertentu diketahui pula dapat menjadi pemicu depresi.

Umumnya hal itu terjadi pada korban yang mengalami pelecehan seksual ataupula kekerasan di keluarga. Bukan mustahil, dialami masyarakat yang menanggung stigma buruk sebagai pesakitan karena kebiasaan merokoknya. Punahnya kesantunan dan empati kita terhadap terhadap entitas yang mengalami stigma sosial dan politik. Dari situ sangat mungkin melahirkan semacam sosok ‘Joker’ yang melakukan tindak individual terror seperti di film.

Berita yang terus direproduksi untuk mendiskreditkan perokok adalah teror mental yang perlu kita kritisi terkait landasannya, benarkah itu semua dilakukan demi mencipta masyarakat yang sehat. Kenapa hanya terhadap produk konsumsi berupa rokok yang dikaitkan sebagai penyebab gangguan kejiwaan. Bukankah produk informasi yang menjadi alat teror bagi rezim kesehatan juga berpotensi bikin orang depresi?

Baca Juga:  Rokok Kretek Indonesia Menyebar Di Asia Tenggara

Maka, ada benarnya juga anekdot yang bunyinya kira-kira begini, jika rokok terus-terusan diberitakan membawa kematian, lebih baik matikan saja televisinya daripada kita yang mati akibat terus-terusan tertekan berita buruk itu.

Syukurnya, perokok adalah orang-orang yang teruji ketabahannya. Bagaimana tidak, meski terus-terusan diteror berita yang mendiskreditkan rokok. Namun perokok selalu punya cara untuk ceria dan bertanggung jawab dalam menghadapi beban hidup sehari-hari. Karena apa? Yap. Karena kita punya pilihan sederhana untuk menikmati hidup: “sebats aja dulu, gitu aja kok repot”.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah