Press ESC to close

Menegakkan Hukum Dengan Menyediakan Ruang Merokok di Stasiun

Polemik soal rokok dan perokok seolah tak berujung. Maklum, ada pihak yang berkepentingan agar rokok dan perokok “dibumihanguskan”, salah satunya dengan tidak menyediakan ruang merokok. Isu-isu konyol soal rokok pun silih berganti dimainkan. Meski faktanya negara tetap menjadikan rokok sebagai andalan pemasukan.

Beberapa waktu lalu sempat viral seorang pria yang merokok di dalam KRL rute Tanah Abang-Rangkasbitung. Seperti biasa, komentar sadis bernada hujatan lantas membanjiri lini masa media sosial. Hujatan jelas ditujukan pada pria perokok tersebut, pada titik tertentu, hujatan berlaku umum bagi semua perokok.

Sebagai perokok, saya tak bisa membenarkan tindakan konyol pria tersebut. Biar bagaimana pun, merokok di dalam kereta tertutup, lengkap dengan pendingin ruangan dan dipenuhi penumpang, jelas bukan perbuatan yang bisa dimaklumi. Perokok santun pasti sepakat bahwa itu kesalahan. Sebagai perokok, saya juga tak terima kalau peristiwa tersebut dijadikan standar penilaian bagi semua orang yang merokok.

Semua pihak yang berkaitan harus sama-sama evaluasi diri. Pria tersebut jelas harus menyadari kesalahannya. Warganet yang menghujat harus objektif. Pengelola ruang publik juga harus sadar bahwa pengguna KRL yang juga perokok butuh ruang. Stasiun, meski masuk dalam Kawasan Tanpa Rokok (KTR), tetap harus menyediakan ruang bagi perokok.

Baca Juga:  Bukan Rokok Tapi Obesitas Yang Lebih Berpotensi Terkena Kanker

Mari kita tinjau ulang, berikut adalah area KTR yang ada dalam undang-undang:

  1. fasilitas pelayanan kesehatan
  2. tempat proses belajar mengajar
  3. tempat anak bermain
  4. tempat ibadah
  5. angkutan umum
  6. tempat kerja dan
  7. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Dari 7 kategori tempat di atas, nomor 1 sampai nomor 5 tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk menyediakan ruang merokok. Artinya, boleh disediakan boleh tidak. Kita juga bisa sepakat untuk nomor 1 sampai nomor 4 memang benar-benar harus bebas dari rokok. Untuk nomor 5, pemilik atau pengelola angkutan umum bisa menentukan sendiri seberapa perlu ruang merokok di dalam kendaraannya.

Khusus untuk nomor 6 dan 7, undang-undang mewajibkan ketersediaan ruang khusus merokok. Pun demikian dengan stasiun. Mengapa? Karena stasiun adalah tempat umum yang jelas-jelas dalam pasal 115 undang-undang nomor 36 tahun 2009 diperintahkan untuk menyediakan ruang merokok.

Jadi, selain untuk menjamin kenyamanan semua pihak terutama mereka yang tidak merokok, ketersediaan ruang khusus merokok di stasiun memang amanat konstitusi, sekaligus jaminan hak bagi para perokok. Sejauh ini, tidak ada sepetak pun ruang kusus merokok di stasiun-stasiun KRL di Jabodetabek. Kalau di stasiun kereta api jarak jauh sih rata-rata menyediakan ruang merokok.

Baca Juga:  Menolak FCTC, Mengamalkan Sila ke Lima

Apa perlunya ruang merokok di stasiun KRL, kan perjalanannya singkat?

Iya. Perjalanan dengan moda transportasi KRL memang tergolong singkat. Tapi, konstitusi mengamanatkan agar ruang merokok tersedia di tempat umum seperti stasiun. Tak peduli sependek apa pun jarak antar stasiun, konstitusi mengamanatkannya. Titik.

Merokok di dalam kereta itu tindakan konyol. Mendukung ketiadaan ruang merokok di stasiun kereta juga tak kalah konyol. Jadi, sampai di sini kita tahu, bahwa menyediakan ruang merokok di stasiun bukanlah privilege bagi perokok, melainkan salah satu bentuk penegakan hukum.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd