Press ESC to close

Belajar dari Kretek yang Menjadi Raja di Negeri Sendiri

Kretek adalah salah satu pusaka bangsa kita yang tak tergantikan. Disebut pusaka lantaran sejarah-budayanya, dan menjadi pustaka berharga karena di dalam prosesnya terdapat nilai-nilai pengetahuan. Jika kita bicara soal komposisi produk, satu sama lain memiliki cita rasa berbeda. Namun tak lari dari prinsip komposisi utamanya, yakni tembakau dan cengkeh.

Secara sosial ekonomi, produk kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi banyak masyarakat. Dari hulu sampai hilir sektor ini memberi pendapatan yang sangat diandalkan, mulai dari petani, industri, ritel serta konsumennya sama-sama turut menyumbang pendapatan bagi negara. Terbukti dari target penerimaan cukai yang terus meningkat untuk memenuhi kelangsungan pembangunan.

Berdasar catatan sejarah, produk warisan budaya ini telah mengalami berbagai masa kejayaan. Terhitung sejak era Nitisemito, produk ini terus menjelma ke dalam berbagai genre dan bentuk. Mengalami pemutakhiran seturut perkembangan pasar, artinya industri kretek nasional terus mendapatkan tempat di hati konsumennya. Untuk urusan cita rasa, konsumennya yang akrab disebut kretekus adalah konsumen yang loyal.

Sebagai catatan tambahan, pemutakhiran produk ini ditandai sejak munculnya penggunaan filter, yang oleh industri dikategorikan sebagai SKM reguler. Selanjutnya muncul genre mild yang mengusung persfektif LTLN (Low Tar Low Nicotine), dengan ukuran lebih kecil dari SKM reguler. Setelah itu muncul kategori Bold. Satu kategori baru yang cukup diminati banyak kalangan, diawali dengan munculnya kretek filter MLD Bold.

Baca Juga:  Kenaikan Cukai Rokok, Beban Menyesakkan Bagi Keluarga Petani Tembakau

Tak sedikit masyarakat yang keliru memahami perbedaan genre-genre tersebut. Terutama yang paling mendasar dalam membedakan mana kretek mana yang bukan. Singkat kata, produk yang bukan kretek biasa disebut rokok ‘putihan’, yakni rokok tanpa kandungan cengkeh ataupun rempah lainnya. Sementara kretek adalah yang memiliki komposisi campuran berupa tembakau dan cengkeh.

Beberapa hal yang membuat kenapa produk warisan budaya ini demikian disukai dan merajai pasar dalam negeri lantaran cita rasanya yang berbeda dari rokok putihan. Secara ekonomi politik, produk ini diproduksi oleh pabrikan besar maupun kecil/menengah, memiliki karakter rasa dan segmen pasarnya yang cukup luas. Dari fakta inilah, apapun jenis kreteknya terbukti telah bersumbangsih besar bagi devisa negara.

Industri ini merupakan sektor padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Selain kontennya yang tersedia semua di dalam negeri, semua berasal dari tanah air kita sendiri dan relatif mampu mencukupi kebutuhan industri. Termasuk  pula para pengusaha yang berbisnis di sektor ini. Varian produk tidak hanya terpetakan berdasar cita rasanya saja, namun pula masyarakat yang loyal padanya. Dalam tela’ah saya, produk ini telah menjadi satu kebangggan (dignity) bagi masyarakat penikmatnya.

Baca Juga:  Hentikan Sistem Kerja Kontrak-Outsourcing di Perusahaan Rokok Asing

Selain produk kretek adalah karya bangsa sendiri, industrinya juga telah membantu mengangkat taraf hidup masyarakat yang terlibat. Satu hal lagi, industri kretek telah mampu melewati berbagai persoalan krisis dari masa ke masa. Bahkan sampai hari ini, industri kretek masih menjadi andalan pendapatan negara. Artinya, adakah produk bangsa ini yang setangguh produk kretek?

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah