Press ESC to close

Beralih ke Produk Sigaret Kretek Tangan adalah Pilihan Bijak

Rokok level Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I harganya terasa makin busyet. Hal itu disebabkan oleh naiknya tarif cukai yang gila-gilaan. Misalnya saja harga rokok yang semula 20 ribu/bungkus menjadi Rp 25 ribu/bungkus. Kondisi ini tak pelak membuat sebagian perokok memilih siasat untuk beralih merek. Beberapa di antaranya juga beralih ke Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Sebagai contoh, seorang teman yang biasanya mengisap Sampoerna Mild jadi beralih ke U Mild. Dari yang biasanya Djarum Super beralih ke rokok Mustang. Fenomena ini membuktikan bahwa perokok punya cara yang cukup sederhana untuk tetap bisa ngebul. Belum lagi para perokok yang beralih ke tingwe, tak perlu heran kalau aktivitas rokok melinting tembakau saat ini cukup marak terjadi. Daya adaptif perokok memang luar biasa.

Hal tersebut tentu jauh berbeda jika kita bandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia memiliki varian tembakau dan beragam jenis produk rokok. Di Indonesia terdapat golongan-golongan rokok yang bersesuai dengan selera pasar dan kelas industrinya, terutama varian kretek. Sebut saja dari golongan SKT, terdapat banyak jenis dan merek yang beredar di pasaran. Secara historis, produk SKT tentu bukan hal baru di sektor industri kretek. Umumnya diproduksi oleh pabrikan kecil-menengah. Masing-masing pabrikan memiliki pasar dan konsumen yang loyal. Tidak bisa disembarangkan. Misalnya saja kretek Sukun yang secara industri masuk golongan II. Sampai saat ini rokok Sukun masih cukup diminati konsumennya.

Baca Juga:  Semua Pasal terkait Tembakau di Draf RPP Kesehatan Berbahaya, Ini Faktanya!

Rokok golongan II yang rata-rata memproduksi SKT merupakan sektor padat karya. Menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat yang tinggal di sekitaran pabrik. Tenaga kerja yang terserap di sektor ini bekerja sebagai buruh-buruh linting yang sangat produktif. Dalam satu hari mereka mampu memenuhi target produksi yang bisa mencapai ribuan linting per hari. 

Sektor padat karya inilah yang kian hari mengalami gempuran akibat munculnya regulasi yang menggunakan jargon “Pengendalian Tembakau”. Di antara aturan yang ada dalam kepentingan pengendalian tersebut adalah soal regulasi cukai, dimana dari tahun ke tahun naik menjadi gempuran yang luar biasa bagi rokok-rokok golongan II, yakni SKT. Pabrikan harus terus menyesuaikan diri terhadap perubahan tarif cukai agar dapat terus produksi dan membayar para karyawannya. 

Tak hanya itu, prevalensi perokok kini mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal itu sebagiannya disebabkan oleh agenda kesehatan yang mendiskreditkan produk kretek. Maraknya produk tembakau alternatif yang menggunakan narasi lebih aman dan sehat, pada gilirannya turut memberi dampak. Kemudian produk SKT dipandang lebih membahayakan karena memiliki kandungan tar dan nikotin yang lebih tinggi dari produk olahan tembakau lainnya. Padahal ya itu semua hanyalah politik dagang dalam upaya merebut pasar perokok. 

Baca Juga:  Iklan Rokok Di Jakarta Dipreteli, Efektifkah?

Pada tahun ini, ketika harga-harga rokok semakin melonjak tinggi, kita sebagai konsumen tentu harus punya siasat untuk tetap bisa ngebul. Maka, tidak ada salahnya jika kita beralih ke rokok yang lebih murah, dan sebaiknya tetap membeli rokok bercukai. Jika memang ingin turut menyelamatkan sektor padat karya yang telah menjadi sumber penghidupan banyak orang, beralih ke Sigaret Kretek Tangan adalah pilihan yang bijak. Produk SKT bukan hanya lebih murah dari produk kretek golongan I, secara cita rasa pun tak kalah sedapnya. 

Perlu diingat, dengan membeli rokok SKT, secara tidak langsung kita telah menyelamatkan sumber penghidupan masyarakat yang bergantung hidup dari kretek.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah