Negara ini memang dipenuhi oleh orang-orang berwatak patriarki. Diskriminasi gender terhadap perempuan masih dengan amat mudah bisa kita temukan. Yang paling mutakhir hadir ketika sebuah universitas swasta di Tangerang Selatan membuat larangan khusus perihal mahasiswi atau perempuan merokok di kampus.
Sekilas, apa yang dilakukan jajaran birokrat Universitas Pamulang mungkin benar. Melarang orang merokok di kampus, walau ya secara prinsip juga bisa dianggap salah karena tidak bersedia menyediakan ruang merokok. Namun, kesalahan mendasar dalam aturan tersebut adalah, sikap bias gender yang mereka lakukan.
Penegasan sanksi DO jika ada mahasiswi atau perempuan merokok jelas keliru. Lantas, kalau yang diancam sanksi DO adalah perempuan merokok, mahasiswa atau lelaki yang merokok bebas-bebas saja begitu dari ancaman sanksi seberat itu? Kan ngaco juga cara berpikir jajaran kampus tersebut.
Meski kemudian jajaran kampus mengatakan kebijakan adalah melarang semua orang untuk merokok, termasuk laki-laki, pernyataan kalau ada yang perempuan merokok itu membuat mereka terganggu jelas diskriminatif secara gender. Apalagi landasan dibuat aturan tersebut hanya berdasar anggapan mengganggu tadi.
Buat saya, perempuan merokok adalah hak personal yang tak dapat dilarang. Aktivitas merokok yang dilakukan perempuan bukanlah sesuatu yang patut dinilai secara moral, apalagi jika kemudian dianggap mengganggu secara visual oleh pejabat kampus. Yang bermasalah pada persoalan ini jelas cara berpikir jajaran birokrat kampus, bukan perempuan yang merokok.
Sikap Universitas Pamulang ini kemudian menunjukkan betapa dunia akademis masih saja bersikap patriarki dan diskriminatif secara gender. Wajar saja jika kemudian kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa kampus masih ditindak secara kekeluargaan. Yang penting nama baik kampus terjaga, lagian yang salah kan korban karena pakaiannya. Halah bajingan betul cara berpikir patriarki seperti ini.
Kalau memang yang dianggap mengganggu adalah aktivitas merokok sembarangannya, ya sediakan saja ruang merokok. Atau setidaknya, beri penanda di mana area merokok agar mahasiswa, dosen, atau orang lain yang ingin merokok tidak lagi mengganggu kenyamanan orang lain yang tidak merokok. Selama hal tersebut belum dijamin oleh kampus, ya harapan orang tidak merokok di sembarang tempat tidak bakal terwujud.
Jangan Cuma alasan kalau kampus adalah area pendidikan yang harus bebas dari asap rokok. Mahasiswa yang belajar di kampus itu secara hukum sudah cukup umur untuk merokok. Karenanya kampus tidak bisa melarang aktivitas merokok mereka. Kalau hak mereka untuk merokok tidak mampu diakomodasi atau dijamin, ya ‘pelanggaran’ masih akan dengan mudah ditemukan.
Yang jelas, sikap Universitas Pamulang terhadap perokok perempuan di kampusnya adalah bukti nyata betapa kampus-kampus di Indonesia masih diskriminatif secara gender terhadap perempuan. Kalaupun kemudian aturan yang viral itu direvisi, dan menyatakan kalau aturan berlaku untuk siapapun termasuk lelaki, tapi cara berpikir yang patriarki itu sudah terlanjut dilihat publik. Apa pun dalih dan alasan mereka kemudian, sekali patriarki tetap patriarki. Ya setara lah dengan sekali brengsek tetap brengsek.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024