Search

Indonesia Millenial Summit 2020, Disponsori Perusahaan Rokok Bukan Berarti Kampanye Merokok

Acara Indonesia Millenilal Summit 2020 (IMS 2020) yang digelar oleh IDN Times di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan sukses digelar. Acara bertemakan “Shaping Indonesia’s Future” ini berlangsung aman hingga selesai. Meski demikian acara ini sempat dikecam oleh salah satu pihak yaitu Centre for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Kecaman itu mereka layangkan karena ada keterlibatan perusahaan rokok Djarum sebagai sponsor bagi acara tersebut.

Peneliti CISDI, Nurul Luntungan menyebutkan bahwa lembaganya dengan tegas menolak  keterlibatan industri rokok dalam IMS 2020. Lebih lanjut ia menilai bahwa sponsorship industri rokok memiliki agenda utama untuk mempromosikan produk-produk rokok kepada kaum muda. Tak hanya itu, CISDI mendorong untuk segera dilakukan ratifikasi terhadap Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang sebenarnya merupakan agenda dan kepentingan asing untuk menghancurkan tradisi dan budaya kretek di Indonesia.

Pernyataan keras dari CISDI tersebut hanya dianggap angin lalu oleh IDN Times selaku penyelenggara IMS 2020. Sikap tersebut cukup bisa dipahami mengingat acara IMS 2020 sejatinya tak sama sekali mengampanyekan milenilal untuk merokok. Jika kita mau membaca tema besar tentang IMS 2020, sejatinya acara ini adalah forum yang tepat untuk menjembatani gagasan-gagasan besar dari anak muda di Indonesia untuk membangun tanah air. Tentu ini satu hal yang positif.

Jika kemudian acara ini disponsori oleh salah satu perusahaan rokok toh kemudian semangat IMS 2020 tak menjadi berubah, kan? Perlu dipahami bahwa perihal sponsor hanya sebatas keperluan pendanaan dan bisnis. Terbukti bahwa sepanjang jalannya acara tak ada sama sekali pembahasan dan bahkan sebuah kampanye untuk mengajak anak muda untuk merokok. Satu hal yang juga jadi hal positif bagi penyelenggara dan sponsor bahwa subtansi acara tak terganggu oleh satu hal bernama materi.

Baca Juga:  Philip Morris Mengeluarkan Rokok Tanpa Asap, Dagelan Macam Apa Lagi?

CISDI mungkin menilai bahwa hadirnya Djarum di sana seolah menunjukan bahwa IMS 2020 adalah kegiatan yang pro rokok. Apa yang kemudian dikritik oleh CISDI sejatinya adalah sebuah perspektif yang sempit. Barangkali watak fasis antirokok kemudian membutakan mereka, sehingga gagal dalam melihat satu gagasan besar yang didorong oleh IDN Times selaku penyelenggara sebuah acara.

Memang ada beberapa tokoh pembicara yang kemudian mengundurkan diri karena Djarum terlibat sebagai sponsor dari acara ini. Salah satunya adalah Bima Arya selaku Wali Kota Bogor yang sudah sama-sama kita ketahui adalah salah satu pemimpin daerah yang antirokok. Namun, pihak penyelenggara kemudian cukup demokratis dengan pilihan Bima Arya dan menghormati keputusan tersebut. Keputusan itu juga tak dipermasalahkan oleh mereka dan buktinya acara terus berjalan dan berakhir dengan kesuksesan. Ini bukti bahwa forum tersebut dianggap masih cukup demokratis bukan kemudian memilih seperti CISDI yang menembak dengan gelap mata.

Bahwa kemudian Djarum mendapatkan tempat bagi mereka di acara tersebut ya itu karena konsekuensi logis dari sebuah sponsorship. Toh perusahaan rokok asal Kudus tersebut pun tetap taat aturan dan malah menyediakan Smoking Lounge sebagai wujud berbagi ruang bagi para perokok dan non perokok yang hadir di acara tersebut.

Baca Juga:  Kontroversi Todung Mulya Lubis, Pengacara yang Antirokok Penyambi Jabatan Duta Besar

Saya rasa CISDi sangat lebay dan cari perhatian dari adanya kegiatan ini. Seharusnya CISDI melihat lebih jernih bagaimana gagasan-gagasan yang muncul dari pertemuan ini. Sebuah pertemuan yang kemudian juga mengantarkan ide-ide cemerlang dari para milenial di Indonesia kepada pemerintah yang jarang dilakukan. Bukankah CISDI juga peduli terhadap pembangunan di Indonesia? Jika iya, mengapa gelap mata pada industri hasil tembakau yang selama ini juga memberi kontribusi pada pembangunan di tanah air?

Sebagai penutup, saya mencoba mengingatkan bahwa ada satu peristiwa penting saat kemerdekaan Indonesia. Kala itu tokoh besar di negeri ini berkumpul di rumah petinggi tentara Jepang, Jenderal Laksamana Maeda untuk membahas dan merumus naskah Proklamasi. Saat itu Indonesia masih dalam jajahan Jepang. Apa lantas kita curiga bahwa rumusan tersebut akan pro kepentingan Jepang? Coba renungkan baik-baik.

Indi Hikami