Press ESC to close

Kesantunan Orang Tua Perokok Menjadi Cermin bagi Semua

Merokok adalah pilihan sederhana untuk rileks. Memang sih bukan satu-satunya pilihan, masih ada pilihan sederhana lainnya, minum kopi, makan kwaci, main musik, bercocok tanam di pekarangan, itu semua termasuk sarana pelipur penat. Setidaknya bagi saya. Namun ada kalanya saya melakukan aktivitas itu semua sambil merokok. Sensasinya memang lebih menyenangkan, meski tak selalu.

Anak-anak saya cukup paham kebiasaan rekreatif saya itu. Bahkan ketika tidak ada asbak di teras, tempat biasa saya merokok, salah satu anak saya tanpa disuruh segera mengambilkannya. Asbak yang sudah bersih dicuci dan karena belum sempat ditempatkan di teras, dengan segera kembali tersedia. Kadang sedikit merasa kena tegur juga oleh sikap responsif itu, teguran untuk senantiasa menjaga kebersihan.

Duduk santai di teras sambil nyekrol timeline medsos ataupula membaca artikel berita, adalah kebiasaan saya di kala senggang di teras. Terkadang suka senyam-senyum sendiri, ketika mendapati pemberitaan absurd yang menyoal rokok. Apalagi itu dikait-kaitkan dengan penyakit-penyakit yang namanya cukup asing bagi saya. Maklumlah, penyakit yang populer di keluarga sederhana kami ini ya seputar masuk angin, pilek, dan puyeng saja.

Misalnya, satu berita yang menyebutkan bahwa anak dari orang tua perokok berisiko mengidap aritmia. Nah tuh, penyakit aritma, penyakit apalagi ini. Perihal risiko penyakit ini diketahui berdasar sebuah studi dari lembaga penelitian asing di AS. Lagi-lagi yang kita dapati perkara risiko penyakit yang dikaitkan dengan rokok adalah hasil studi penelitian asing. Jelas-jelas ya, objek ataupula sampelnya di negeri yang masyarakatnya punya kultur berbeda. Ditambah lagi, ini yang absurd, anak dari orang tua perokok berpotensi menjadikan anak perokok di kemudian hari.

Baca Juga:  Anak Merokok Karena Stres Menghadapi Pandemi, Benarkah?

Terus terang, bapak saya bukan perokok. Namun bapak tidak lantas membenci perokok, di rumah kami dulu jumlah asbak lebih dari satu. Sudah bisa dipastikan letaknya berada di meja teras. Kemudian hari saya menjadi perokok bukan karena teman bapak atau tamu yang perokok datang ke rumah. Karena sekali lagi, merokok ini soal pilihan. Bukan soal siapa yang mencontohkan.

Nah, kalau soal penyakit, kesimpulan pendek saya ya karena jaman sudah berubah. Iklim dan udara kini tak lagi ramah bagi semua makhluk, jelas dipengaruhi oleh perkembangan masyakat serta pola konsumsiya. Kita tidak bisa serta merta menyebut rokok adalah penyebab tunggal dari munculnya beragam penyakit di era kiwari. Toh, di keluarga yang bukan perokok pun berpotensi terkena penyakit yang sering dikaitkan dengan rokok.  Iya, kita sepakat rokok dalah produk konsumsi yang memiliki faktor risiko. Namun banyak faktor lainnya yang juga dapat mengancam kesehatan kita.

Sebagai bagian dari komunitas kretek yang selama ini menyuarakan semangat perokok santun. Saya pribadi sepakat, bagi para perokok untuk senantiasa menjaga kesantunan dalam merokok. Di antaranya adalah dengan tidak merokok di dekat anak, ataupula di sekitar entitas rentan lainnya. Sikap santun dalam merokok ini juga berlaku bagi pengerndara mot, yakni untuk tidak pula serampangan merokok saat berkendara. Karena apa? Karena kita berlaku santun saja masih dicap buruk oleh berita-berita yang mendiskreditkan rokok. Maka satu-satunya solusi, iya konsisten saja pada apa yang kita niatkan untuk senantiasa santun, pula secara tak langsung kita telah mengedukasi sesama toh. Itu sudah.

Baca Juga:  Anti Rokok Usul Larangan Merokok di Rumah, Serius?

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah