Press ESC to close

Naifnya Pemkot Malang Menghadapi Gelombang PHK Pabrik Rokok

Dampak kebijakan cukai untuk tahun ini mulai terasa memberi efek domino di berbagai daerah. Selain berakibat terhadap melemahnya daya beli masyarakat, karena harga rokok menjadi mahal. Serapan bahan baku rokok dari petani pun terus menurun. Di sejumlah daerah pengahasil tembakau, banyak petani mengeluhkan merosotnya permintaan industri untuk kebutuhan rokok.

Tidak hanya itu, naiknya harga rokok telah memberi dampak inflasi terhadap sejumlah bahan pokok. Masyarakat terkena imbas langsung dari kondisi buruk tersebut. Perokok kemudian banyak yang beralih melinting rokok sendiri. Lebih parah dari itu akan berakibat terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) massal lantaran pabrik rokok melakukan efesiensi. Ini jelas kondisi yang mengerikan.

Seperti kita ketahui, selama ini IHT (Industri Hasil Tembakau) merupakan industri yang cenderung tahan terhadap krisis. Namun, kenaikan tarif cukai kali ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah. Regulasi kenaikan 23 persen perlahan bertransformasi menjadi beban industri.

Badan Kebijakan Fiskal memprediksikan bakal terjadi pemangkasan tenaga kerja dalam jumlah besar di sektor industri pertembakauan. Sebuah keniscayaan yang tak terelakkan, akibat regulasi cukai  inibanyak pabrikan rokok yang bangkrut. Data terkini dapat kita kihat dari yang terjadi di Kota Malang.

Baca Juga:  Kiat Menghindari Cukai Lama Harga Baru

Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang, pada 2009 ada sebanyak 150 pabrik rokok. Angka itu mengalami penurunan cukup drastis pada 2016 menjadi 37 pabrik saja. Sementara sejak 2017 hingga 2020, tercatat tinggal 35 pabrik rokok yang beroperasi di kota yang juga berjuluk sebagai Kota Bunga ini.

Celakanya dari fakta buruk ini, pihak pemerintah Kota Malang tak mampu melakukan satu tindakan apapun. Tiada solusi konkret untuk menyelamatkan sumber pendapatan daerahnya sendiri. Malah dengan naifnya, pihak Pemkot mendaku hanya mampu melayangkan harapan kepada industri untuk mengambil solusi agar tidak terjadi PHK.

Tentu saja ini satu sikap lemah yang membuktikan disfungsi otoritas dalam mengatasi ancaman buruk tersebut. Pihak pabrikan jelas terperangkap kondisi dilematis, serba terjepit. Kok ya malah diminta mengambil solusi untuk tidak melakukan PHK. Sialnya lagi, Pemkot Malang malah terkesan pasrah menyikapi keputusan yang ditetapkan pemerintah pusat terkait kebijakan cukai. Hellooow!

Artinya, selama ini tindakan mereka dalam menentukan nasib daerahnya sendiri sangat dipertanyakan. Apalagi ini menyangkut sumber penghidupan masyarakat dan sumber pendapatan daerah, kok ya cuma bisa memenyebut, “kami hanya bisa memantau dan memonitor”, dengan kata lain kerja pemerintah daerah ini tak ada bedanya dengan Satpam pabrik dong.

Baca Juga:  Cukai Rokok dan Logika Perputaran Uang

Seharusnya pihak Pemkot dapat mengambil langkah-langkah politik yang lebih konkret, iya bisa berupa kebijakan strategis untuk mengantisipasi terjadinya PHK. Jika Pemkot hanya mampu berharap terhadap pihak pabrikan, lalu selama ini mereka yang digaji oleh masyarakat ini kerjanya apa dong. Payah!

 

 

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah