Press ESC to close

Pencopotan Jabatan Bagi ASN yang Merokok Tanda Pemerintah Tak Paham Aturan

Pemerintah Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, mengeluarkan kebijakan baru yang sangat kontroversial untuk para perokok. Wali Kota Prabumulih, Ridho Yahya menyebutkan bahwa dirinya akan mencopot jabatan bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merokok. Tentu ini adalah sebuah peraturan yang sangat diskriminatif dan bahkan bisa juga melanggar hak asasi seseorang.

Kabar kebijakan Pemkot Prabumulih ini diketahui dari berita yang dimuat oleh liputan6.com. Disebutkan bahwa peraturan ini dibuat untuk terus menekan jumlah perokok di Kota Prabumulih. Selain itu, Ridho Yahya juga mengimbau bahwa peraturan ini tidak hanya berlaku di lingkungan Pemkot Prabumulih, tetapi juga larangan dalam aktivitas sehari-hari. Bahkan, dengan otoriternya Ridho Yahya meminta kepada siapa pun untuk melaporkan para ASN di daerahnya yang kepergok merokok. Sebagai tindak lanjut laporan, sanksi akan segera dilayangkan olehnya.

Oke, mari kita bedah satu per satu betapa cacatnya kebijakan ini. Pertama, mari kita soroti tentang sikap Ridho Yahya yang cenderung otoriter. Bergaya bak Pemimpin Nazi, Adolf Hitler, Ridho Yahya menggunakan jabatannya untuk melahirkan kebijakan subjektif; menyingkiran yang tak disuka. Ia memandang rokok masih menjadi satu hal yang buruk, menjijikkan, dan perlu dibasmi. Padahal, riset positif tentang kesehatan rokok banyak ditampilkan. Belum lagi jika kita bahas tentang betapa pentingnya hasil keuntungan cukai rokok bagi pembangunan bangsa.

Baca Juga:  Sigaret Kretek Tangan

Di era demokrasi seperti ini, watak pemimpin otoriter semacam Ridho Yahya seharusnya tak diperbolehkan berkuasa. Entah bagaimana ia bisa mengambil satu kebijakan tanpa berpikir panjang dampak dan akibatnya. Ketimbang ia melarang aktivitas merokok, lebih baik ia memikirkan satu hal yang lebih bersifat berjangka panjang. Contohnya membangun Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yang bersifat inklusif dan menjembatani keinginan banyak pihak.

Kedua, kebijakan Ridho Yahya ini justru membuat dirinya seperti orang yang tak taat aturan dan hukum. Seolah-olah ingin menjadi superhero dan pembela kesehatan yang paling sejati, dirinya malah nampak seperti keledai yang tak mampu membaca petunjuk jalan. Sebagai seorang pemimpin wilayah, harusnya Ia mengerti bahwa rokok adalah produk legal. Peredarannya pun legal dengan syarat yang telah dipenuhi dalam bentuk pita cukai. Jadi perlu penegasan di sini bahwa rokok bukan barang ilegal.

Parahnya lagi, Ridho Yahya menyebut kebijakan pencopotan jabatan ini tak berlaku bagi wakilnya sendiri yaitu Ardiansyah Fikri. Ini blunder berikutnya. Ia memberi perlindungan khusus bagi seseorang dengan standar dan penilaian pribadi. Kita boleh saja mengkritik tentang aturan pencopotan jabatan bagi ASN yang merokok, tentu ini cacat secara hukum. Namun, subtansi dari poin ini adalah imunitas bagi seseorang. Jika hari ini aturan ini yang diberikan pengecualian, maka bisa saja besok-besok mereka sebagai pemimpin daerah bisa bebas dari permasalahan kasus korupsi, skandal, atau bahkan kriminal. Kalau begini bisa mundur iklim demokrasi di negeri kita.

Baca Juga:  Merokok Dalam Pesawat Itu Konyol

Pada akhirnya perokok juga punya hak dan kewajiban. Hak untuk menikmati rokoknya dan kewajiban terhadap sosialnya. Ini yang harus dipahami oleh Pemkot Prabumulih. Produk rokok yang dibeli oleh para ASN juga murni dari kantong mereka sendiri dan sudah sesuai aturan dalam pembeliannya. Hak ini tidak bisa dibatasi oleh pemimpin daerah dengan aturan ngawur seperti di atas.

Jika kawasan kantor Pemkot Prabumulih dijadikan area bebas asap rokok, maka sediakanlah ruangan merokok yang layak untuk mereka. Hak ini tidak boleh dinihilkan. Jika kemudian para ASN merokok di rumahnya sendiri, ya ini juga hak mereka karena urusan rumah adalah urusan privat seseorang. Kok ya senang banget pemerintah ngurusin hal privat seseorang, apa jangan-jangan setelah ini juga akan dibuat aturan bercinta bagi para ASN? Capek deh!

Indi Hikami

Indi Hikami

TInggal di pinggiran Jakarta