Search
industri rokok elektrik

Tidak Heran Kalau Muhammadiyah Mengeluarkan Fatwa Haram Vape

Rokok elektrik atau yang populer disebut dengan Vape kini menjadi satu barang yang kontroversial. Setelah negara berencana mengeluarkan kebijakan untuk mengatur standarisasi Vape, kini salah satu organisasi masyarakat keagamaan, Muhammadiyah juga ikut angkat bicara. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk e-cigarette (rokok elektronik) atau vape.

Fatwa haram vape ini dikeluarkan dalam putusan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah Nomor 01/PER/I.1/E/2020 tentang Hukum Merokok e-Cigarette pada 14 Januari 2020 di Yogyakarta. Fatwa ini menjadikan mereka sebagai organisasi pertama yang angkat bicara terkait Vape.

Barang ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Bermula dari individu lalu menjamurnya banyak komunitas, Vape kemudian tumbuh subur bak jamur di musim penghujan. Meski sempat jadi tren di kalangan masyarakat, Vape memang belum memiliki standarisasi dan regulasi yang jelas.

Kembali pada fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah. Sebenarnya tak ada yang aneh dengan hal tersebut, mengingat selama ini ormas yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tersebut memang memposisikan diri sebagai organisasi yang anti tembakau.

Sebelumnya, fatwa tentang hukum merokok di Muhammadiyah juga pernah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui keputusan NO. 6/SM/MTT/III/2010. Dalam putusan tersebut, Muhammadiyah dengan tegas memberikan status haram merokok.

Baca Juga:  Pemkot Bogor dan Pelarangan Memajang Rokok

Ada enam alasan yang membuat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tersebut. Salah satunya adalah merokok termasuk kategori perbuatan khabaaits (perbuatan keburukan yang bisa menimbulkan dampak negatif) yang dilarang dalam Al-Qur’an. Bagaimana kemudian Muhammadiyah memandang rokok sebagai satu hal yang negatif sebenarnya juga mencerminkan sikap mereka terhadap Vape. Rokok dengan bahan baku yang alami saja mendapatkan penolakan, lantas bagaimana dengan Vape, tentu saja ditolak.

Seperti kita ketahui, Muhammadiyah jadi salah satu ormas yang getol dalam hal pengendalian tembakau. Diresmikannya Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) adalah bukti bahwa Muhammadiyah berada di barisan paling depan untuk memerangi tembakau. Terlebih, MTCC Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) saat ini tengah menjalankan program pengendalian tembakau yang didanai oleh Bloomberg Philanthropies periode Februari 2018-Januari 2020. Sedangkan MTCC Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menerima dana hibah dari Bloomberg pada periode 2015-2016.

Di sisi lain, ormas Nahdlatul Ulama memiliki pandangan yang berbeda dengan Muhammadiyah. Fatwa yang dikeluarkan oleh Ormas Nahdlatul Ulama yang memberi tiga status hukum merokok, semua tergantung pada situasi dan kondisi: mubah, makruh, dan haram. Muhammadiyah dan NU memang berdiri dengan dalil yang berbeda tentang hukum merokok.

Baca Juga:  Tak Ada Kretek Kalau Tak Ada Asap

Terkait tentang Vape, NU juga belum mengeluarkan satu fatwa tentang penggunaan produk tersebut. Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM PBNU, Rumadi Ahmad menyebutkan bahwa NU menghormati keputusan yang sudah dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah. Dia menilai perlu adanya kajian ilmiah terlebih dahulu, sehingga tidak tergesa-gesa dalam menyimpulkan mengenai vape.

Baik Muhammadiyah dan NU memang punya alasan dan dalil tersendiri terkait hal di atas. Kita tak perlu aneh mengapa Muhammadiyah kemudian melarang Vape dan NU belum memutuskan untuk mengeluarkan fatwa serupa atau sebaliknya. Akan tetapi produk Vape memang harus mendapatkan standarisasi agar para penggunanya bisa terlindungi haknya sebagai konsumen.

Indi Hikami