Press ESC to close

Alokasi DBHCHT yang Baik Ala Sulawesi Selatan

Kabar baik tentang pemanfaatan DBHCHT ini datangnya dari Sulawesi Selatan. Rencananya di Sulsel itu akan dibangun kawasan industri rokok terpadu pertama, yang berdasar wacananya akan mengakomodir nasib industri kecil yang ada di sana. Tentu saja kabar ini cukup membuat saya terhenyak sesaat, pasalnya di tengah gempuran gerakan antirokok yang merecoki sektor IHT dalam negeri, ini masih ada otoritas yang mau peduli terhadap sektor industri rokok kecil. Tentu itu hal yang patut diapresiasi.

Namun, tidak terlalu menakjubkan pula sih. Memang sudah selayaknya pemerintah daerah berlaku begitu, terutama dalam hal pemanfaatan alokasi Dana Bagi hasil Cukai Hasil Tembakau. Salah satu amanat peruntukkannya iya untuk kembali menjaga kelangsungan hidup petani dan industri. Jauh lebih baik lagi bila kawasan industri terpadu itu memang didedikasikan untuk menyejahterakan pelaku usaha yang terlibat. Artinya, tidak menjadi alat politis untuk mengatrol kepentingan elit daerah maupun investor nantinya.

Dengan adanya wacana pembangunan kawasan industri rokok terpadu ini bila didasari semata untuk menekan peredaran rokok ilegal. Hal itu jelas tidak terlalu signifikan, karena maraknya peredaran rokok ilegal adalah akses dari persoalan regulasi cukai. Kalau memang didasari keseriusan untuk menekan peredaran rokok ilegal, maka jauh lebih penting lagi adalah mencipta perlindungan dalam bentuk regulasi bagi iklim usaha.

Baca Juga:  Kegilaan Antirokok Memanfaatkan Kematian Orang Lain

Sebagaiman kita ketahui, di tingkat regulasi, pada waktu lalu terbitnya PMK 07/2020 tentang perluasan cakupan penggunaan DBHCHT justru menimbulkan pertanyaan. Konsumen rokok sebagai pembayar cukai menengarai sikap pemerintah yang kelewat serampangan dalam menentukan penggunaan DBHCHT. Sehingga hal itu membawa kita pada kesimpulan bahwa produk rokok kerap dinilai yang paling bertanggung jawab atas persoalan kesehatan. Sementara dari sisi upaya perlindungan dan peningkatan terhadap iklim usahanya justru tidak mendapat perhatian.

Dengan kata lain, optimisme masyarakat terhadap iklim usaha di sektor rokok ini masih dibayang-bayangi narasi agenda kesehatan. Mestinya, rokok sebagai  produk yang memberi devisa besar bagi negara janganlah diperlakukan secara diskriminatif, pemerintah harusnya sadar bahwa iklim usaha di sektor pertembakauan ini tengah menghadapi gempuran dari agenda rezim kesehatan.

Para pelaku industri rokok, terutama di sektor kecil-menengahnya, pastinya jauh lebih membutuhkan perlindungan untuk terus berkembang. Untuk senantiasa tercipta iklim usaha yang memakmurkan rakyat kecil. Jangan sampai sekadar jadi objek pencitraan agenda pemerintah saja. Apalagi sampai menjadi alat kepentingan asing yang serakah mengakuisisi sektor usaha rakyat.

Baca Juga:  Menjadi Manusia yang Bukan Kalkulator

Sependek ini sebagai konsumen, kita masih melihat ada secercah kabar baik yang memang perlu diapresiasi. Hanya saja kita perlu lebih waspada, bahwa kepentingan industri rokok asing selalu punya cara dalam upaya mengakuisisi sumber daya lokal. Sebagai catatan, dari tanah Sulawesi sejak lama dikenal dengan tembakau khasnya, orang-orang menyebutnya sebagai tembakau Soppeng. Industri rakyat ini dulu sempat populer dan menghidupi masyarakat banyak. Namun, kian hari kian tergerus dipunahkan oleh kenyataan pasar. Adakah dari wacana kawasan industri rokok terpadu itu terdapat pula perhatian untuk memakmurkan keberadaannya lagi?

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah