Jalan Malioboro di Yogyakarta diproyeksikan menjadi kawasan tanpa rokok sesuai dengan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Pedagang asongan rokok di Bogor kesulitan untuk menjajakan dagangannya juga karena Perda KTR, begitu juga dengan para konsumen yang kesulitan untuk menikmati rokok. Baliho-baliho iklan rokok di Kulon Progo juga diatur secara ketat karena Perda KTR.
Sebenarnya apa itu Perda KTR? Mengapa regulasi tersebut hadir? Apakah tujuan Perda ini sudah efektif dalam penerapannya? Mari kita sama-sama mempelajarinya.
Kota Bogor menjadi daerah pertama dari 514 kota dan kabupaten di Indonesia yang menerapkan peraturan tersebut. Sebuah perda tak boleh berdiri sendiri tanpa ada acuan undang-undang yang ada di Indonesia. Jika menilik sejarahnya, Perda KTR yang disahkan Pemkot Bogor pada 2009 lalu mengacu pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, pembahasan tentang rokok dan kawasan tanpa rokok ada di bagian ketujuh belas tentang pengamanan zat adiktif. Kalimat soal kawasan tanpa rokok masuk dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 Bab 1 Ketentuan Umum Bagian Ketujuh Belas Pengamanan Zat Adiktif Pasal 115. Pasal tersebut berbunyi:
Kawasan tanpa rokok antara lain:
-fasilitas pelayanan kesehatan;
-tempat proses belajar mengajar;
-tempat anak bermain;
-tempat ibadah;
-angkutan umum;
-tempat kerja; dan
-tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
Lalu di Bab 2 Penjelasan tentang Pasal 115 disebutkan: (1) Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. (2) Pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik.
Pasal tersebut yang kemudian menjadi acuan bagi Pemkot Bogor untuk membuat Perda KTR di daerah mereka. Akan tetapi, Perda KTR Bogor memiliki aturan yang lebih detail dan rinci ketimbang UU Nomor 36 Tahun 2009. Dalam Perda KTR Bogor, tujuh tempat yang disebutkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 115 tersebut lebih diperinci. Contohnya adalah pada bagian kesatu Pasal 8 ayat 2 yang berbunyi ‘Tempat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah di tempat atau gedung tertutup sampai batas kucuran air dari atap paling luar’.
Tapi sebenarnya apakah Kota Bogor menjadi yang pertama dalam penerapan kawasan tanpa rokok? Jawabannya tidak. DKI Jakarta pernah memiliki regulasi kawasan tanpa rokok lewat Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Secara konstituen, Perda DKI Jakarta tersebut mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Secara subtansi mungkin ada kemiripan dengan regulasi di Kota Bogor, tapi acuan hukum dan nama peraturannya justru berbeda.
Selanjutnya mari kita bicara tentang apa tujuan dari regulasi ini dibuat. Secara prinsip, regulasi ini hadir untuk menjembatani hak para perokok dan yang tidak merokok. Keseimbangan hak dan kewajiban ini sejatinya tertuang jelas pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57/PUU-IX/2011 yang menghapus kata ‘dapat’ pada pasal 115 UU Nomor 36 tahun 2009. Dengan demikian, daerah yang menetapkan kawasan tanpa rokok punya kewajiban untuk menyediakan ruangan merokok.
Hal ini yang kemudian tidak dipatuhi oleh Perda KTR Bogor dan banyak daerah lainnya dan ini mendapatkan kritikan. Kritikan itu karena pemerintah Bogor melalui regulasinya justru hadir untuk mendiskriminasi para perokok. Banyak sekali aturan pelarangan aktivitas merokok. Selain itu, regulasi kontroversial ini juga melanggar hukum. Putusan MK di atas sejatinya sudah menghapus kata ‘dapat’ dalam pasal 115 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang ketersediaan ruangan merokok. Namun, kata ‘dapat’ itu masih dimunculkan dalam Perda KTR Bogor. Implikasi dari adanya kata ‘dapat’ adalah Pemkot Bogor bisa menyediakan bisa juga tidak menyediakan ruang merokok.
Parahnya kemudian perumusan pasal dalam Perda KTR di banyak daerah dibuat secara asal-asalan dan menjiplak dari Perda KTR Bogor. Puskon PP Fakultas Hukum Universitas Trisakti, menemukan bahwa ada 300 Perda KTR diseluruh Indonesia kebanyakan hanya menjiplak dari yang sudah ada. Satu bukti bahwa pemerintah banyak yang lalai dalam memperhatikan hak dan kewajiban bagi para perokok dan yang tidak.
Ini yang kemudian menjadi problem bagi banyak perokok di berbagai daerah. Regulasi yang dibuat ternyata tidak sejalan dengan prinsip awal hadirnya Perda KTR. Buruknya, banyak daerah juga yang kini elit petingginya dikuasai oleh para antirokok, tak hanya tidak berdasarkan hukum, Perda KTR juga dibuat untuk semakin menindas para perokok.
Penjelasan hukum di atas bisa jadi acuan kita para perokok untuk melawan aturan sewenang-wenang tersebut. Karena rokok adalah barang legal dan aktivitas merokok juga dilindung oleh undang-undang di negeri ini.
- Rokok Lucky Strike, Cigarettes That Always Strike You! - 7 November 2021
- Apa Rokok Paling Enak Versi Perempuan? - 16 October 2021
- Rekomendasi Rokok Enak Untuk Pemula (Bagian 2) - 9 October 2021