Press ESC to close

Petani Tembakau Pamekasan Butuh Sistem Tata Niaga yang Berpihak

Tembakau dan garam adalah dua komoditas unggulan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat Pamekasan. Kabupaten ini termasuk daerah penghasil tembakau terbesar di Madura. Diperkirakan luas lahan tembakau di Pamekasan mencapai 31.251 hektare, tersebar di 13 kecamatan. Sebagian besar diserap oleh pabrik rokok, terutama produk kretek.

Komoditas garam dari daerah ini dihasilkan dari tambak-tambak yang tersebar di 15 desa yang berada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Galis,  Kecamatan Pademawu, Kecamatan Tlabakan. Secara umum jika ditotal luasannya terdapat 923.7 hektar.

Namun, dari dua komoditas andalan masyarakat Pamekasan ini, umumnya keluhan para petani tembakau berkisar persoalan harga jual panenan yang dinilai murah. Setidaknya poin aspiratif itulah yang diterima oleh Ketua DPRD Pamekasan, Fathor Rahman, terkait persoalan yang dialami masyarakat Pamekasan.

Persoalan harga dua komoditas tersebut diharapkan oleh Ketua DPRD itu seharusnya mampu menyejahterakan masyarakat. Untuk itulah dia mengharapkan peran Pemkab Pamekasan untuk memperbaiki persoalan tata niaga pada dua komoditas tersebut.

Iya memang, tak dipungkiri pada kurun waktu ini meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, telah banyak mencipta gejolak di masyarakat. Jika kita tilik secara sederhana saja, hal itu salah duanya dipengaruhi oleh regulasi cukai yang baru. Tidak hanya di Pamekasan, di beberapa daerah penghasil lainnya, sebagian besar petani tembakau merasakan persoalan yang tak jauh berbeda.

Baca Juga:  Bersikap Adil pada Iklan Rokok

Perbaikan pada sistem tata niaga iya sudah seharusnya menjadi perhatian para pihak. Bukan apa-apa, sistem rente yang terjadi di masyarakat tani telah menjadi momok di berbagai daerah. Petani tembakau terpaksa harus menjual panenannya kepada pihak-pihak yang bukan representasi resmi pabrikan. Dalam konteks ini tentu saja menyoal komoditas tembakau.

Setidaknya, Pemkab Pamekasan harus mampu menjawab persoalan yang selama ini menjadi momok tersebut, terutama perkara harga yang kerap menjadi ajang permainan mereka (tengkulak kecil maupun besar). Jika pihak Pemkab mampu mendorong munculnya sistem kemitraan dengan pihak pabrikan rokok. Sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah penghasil tembakau. Paling tidak, itu akan menjadi solusi alternatif yang mampu mencerahkan.

Dari berbagai catatan, sistem kemitraan terbukti telah memangkas mata rantai dalam sistem tata niaga konvensional yang berbelit dan cenderung merugikan petani. Dalam sistem kemitraan, pihak petani dan industri melakukan kesepakatan kerja yang menguntungkan kedua belah pihak. Sistem kemitraan ini dilakukan sedari awal musim tanam hingga penjualan pasca panen. Dengan kemitraan inilah kemudian hasil panen para petani lebih terjamin.

Lain halnya dengan persoalan tata niaga garam yang dinilai belum berdampak positif bagi masyarakat Pamekasan. Yakni adanya permainan harga pasar yang menjadi lahan mencari keuntungan bagi sejumlah oknum. Petani dipaksa mengikuti harga yang telah diberlakukan itu.

Baca Juga:  Memahami Hukum Rokok dalam Islam

Belum lagi persoalan yang ditimbulkan dari perkara sewa menyewa lahan tambak. Salah satunya terkait kerjasama pengelolaan lahan di Kecamatan Galis. Umumnya petani lokal banyak yang menjadi buruh kepada penyewa lahan. Adanya problem tidak tepat sasaran atas pemanfaatan sewa-menyewa lahan ini yang kerap kali menimbulkan polemik. Tentu ini satu hal penting yang harus dibenahi.

Tembakau dan garam sampai saat ini masih menjadi sumber penghidupan andalan masyarakat Pamekasan. Terkait persoalan kesejahteraan petani, tentu tidak hanya menyoal mahal atau murahnya harga, namun ada hal yang lebih penting. Yakni sistem yang lebih memihak petani dalam persoalan tata niaga serta pengawasannya. Selain itu, di tingkat yang lebih tinggi tentu menyangkut regulasi, yakni mesti ada regulasi yang berpihak kepada petani dan kelangsungan pasar. Regulasi yang memberi perlindungan bagi kepentingan hulu-hilirnya. Bukan melulu regulasi yang bertujuan mengendalikan pasar melalui isu standarisasi dan kesehatan. Itu.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah