Press ESC to close

Cukai Rokok dan Akal Bulus Tulus Abadi di Tengah Krisis

Desakan untuk menaikkan cukai rokok menjadi semacam agenda rutin yang dilakukan antirokok. Dari tahun ke tahun upaya untuk mengenyahkan industri rokok dalam negeri terus didorong lewat pelbagai cara. Salah satunya dengan menggunakan isu cukai rokok.

Di antara die hard antirokok yang getol mendorong isu itu ialah Tulus Abadi, yang dikenal juga sebagai Ketua Harian di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)–lembaga yang diketahui selama ini concern membela hak-hak konsumen, kecuali konsumen rokok yang kerap dicap pembunuh, tidak peduli kesehatan, dan merugikan masyarakat banyak. Begitulah stigma yang dilekatkan kepada perokok.

Namun jika ditilik lebih dalam lagi, desakan Tulus Abadi serta kalangan antirokok untuk menaikkan cukai rokok mengisayaratkan adanya upaya aji mumpung di masa pandemi ini. Di tengah kondisi masyarakat sedang diliputi kewaspadaan akan bahaya virus Corona dan terpukulnya kondisi sosial-ekonomi akibat pemberlakuan social distancing, Tulus Abadi justru mencuri momentum. Bagai memancing di air keruh.

Tarif cukai yang sudah tinggi dan berlaku secara simultan ini masih juga didorong untuk naik. Bukan mustahil, desakan itu berimplikasi memecah fokus pemerintah. Menambah keresahan bagi para pelaku usaha serta stakeholder pertembakauan.

Sebagaimana kita ketahui, cukai yang selama ini menjadi instrumen pengendali konsumsi, oleh antirokok kerap dijadikan cara untuk memukul industri rokok. Duit cukai yang selama ini 50 persennya dimanfaatkan untuk kepentingan JKN, pada Maret lalu melalui Judicial Review di MA justru ingin dialihkan untuk pembiayaan kampanye antirokok oleh Tulus Abadi dan gerbongnya.

Baca Juga:  Tembakau Temanggung Tak Semua Terserap, Bupati Bertindak

Ngenes betul Tulus Abadi, alih-alih ingin mengangkat derajat masyarakat melalui isu kesehatan, justru menuai keputusan yang secara langsung mempermalukan logikanya. Mahkamah Agung menolak poin permohonan mereka yang nyata-nyata bertentangan dengan aturan yang ada.

Dari situ terang sudah, betapa naifnya watak antirokok dalam memaknai manfaat cukai rokok. Intinya, permohonan uji materil kelompok Tulus Abadi yang memohon penghapusan pasal terkait penggunaan cukai rokok untuk BPJS kesehatan tidaklah sejalan dengan asas regulasi.

Terlihat antirokok seolah tidak menginginkan adanya andil duit rokok untuk pembiayaan yang menunjang penyelenggaraan kesehatan masyarakat. Justru mereka mengharapkan alokasinya bisa digunakan untuk mendukung sepenuhnya kerja antirokok. Getol mendiskreditkan rokok, tapi bernafsu juga sama duit cukainya. Layak ditertawai watak antirokok ini, gaes.

Bukan Tulus Abadi namanya kalau tidak muka tembok. Pada situasi nasional yang lagi serba riskan ini, dia melanjutkan lagi usahanya mengusik perhatian publik melalui isu cukai. Bukannya melakukan tindakan konkret membantu masyarakat konsumen agar terjamin mendapatkan standar pelayanan pencegahan corona, Ketua Harian YLKI ini malah sibuk mengurusi rokok. Padahal jelas-jelas itu sudah di luar kapasitas dirinya menyoal cukai. Apalagi ketika dia turut bicara pula soal virus Corona yang dianggapnya rentan ditularkan melalui asap rokok. Lus Tulus, muka tembok betul kamu tuh.

Di saat pemerintah tengah berusaha menjaga iklim usaha dalam negeri untuk tetap hidup agar tidak terjadi gelombang PHK besar-besaran, di tengah upaya para pihak ingin menyelamatkan ekonomi bangsa dari ancaman kebangkrutan, dan di saat masyarakat saling berempati membantu satu sama lain, masih saja ada orang seperti Tulus ini yang membawa akal bulus khas antirokok.

Baca Juga:  Siapa Gembira Harga Rokok Naik Tinggi?

Sudah krisis, saatnya bersatu. Sudahi cara-cara aji mumpung memanfaatkan kondisi bangsa yang sedang tidak baik-baik saja. Kapan kapokmu, wahai Tulus?

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah