Produk tembakau di Indonesia tak pernah ada liburnya didiskreditkan oleh kalangan pembencinya. Bahkan di kala banyak orang dirumahkan dari aktivitas kerumunan, menjalani laku social & physical distancing, konsumen produk tembakau masih harus pula menanggung stigma yang membuat munculnya istilah tobacco distancing. Istilah ini muncul dari seorang pegiat antirokok yang selama ini dikenal sebagai pemerhati masalah anak, Seto Mulyadi alias Kak Seto.
Di masa pandemik yang memberi dampak besar terhadap persoalan sosial dan ekonomi bangsa ini, Kak Seto muncul dengan satu sesat pikir dalam menilik persoalan kehidupan perokok dan anak. Singkatnya, ia ingin memanfaatkan momentum ini dengan menghimbau banyak pihak, terutama pemerintah untuk serius dalam menangani persoalan wabah virus Corona dengan menerapkan yang diistilahkannya sebagai tobacco distancing. Para perokok dituding mengalami stres dan merokok akibat social distancing, tanpa mempedulikan anak di rumah terdampak asap rokok. Atas alasan itulah, Kak Seto mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi traktat FCTC.
Logika salah kaprah yang digunakannya menampakkan betapa konyolnya kelompok anti-tembakau ini dalam menunggangi kondisi pandemik. Sebagaimana kita ketahui, semua lapisan masyarakat, tidak hanya perokok, mengalami kejenuhan yang bertubi-tubi dalam menghadapi pandemik saat ini. Apalagi pemerintah sudah menetapkan larangan mudik lebaran. Ditambah lagi masih ada saja pihak yang mendiskreditkan perilaku masyarakat yang dianggap sangat berisiko sebagai penular corona lantaran kebiasaan merokoknya.
Padahal, telah diketahui dengan jelas oleh masyarakat, Ketua Tim Penanganan Covid-19 mrnyebut bahwa penularan virus Corona itu tetap melalui droplet. Asap rokok tidak akan membawa virus tersebut. Kebiasaan perokok yang kerap merokok di rumah iya tentu dengan kesadarannya sendiri sudah paham bagaimana berlaku santun dalam merokok saat di rumah.
Konyol saja jika Kak Seto menganggap perokok tidak memiliki kesadaran saat merokok di rumah. Justru pada masa serba riskan ini perokok dituntut untuk lebih berhemat, mengingat dampak ekonomi akibat pandemi corona telah menimbulkan banyak guncangan pada semua sektor usaha.
Syukur saja perokok masih memiliki sarana rekreasi sederhana dengan merokok. Istilah tobacco distancing ini menjadi istilah yang terlalu dipaksakan kalau hanya didasari untuk menyelamatkan anak ataupun keluarga dari paparan asap rokok. Walaupun di rumah saja, para bapak ataupun suami perokok juga memiliki kesadaran tersendiri dalam menyikapi aktivitas merokoknya. Para perokok walaupun di rumah saja tidak lantas serampangan nyebats.
Bagi saya, Kak Seto dan para pegiat anti-tembakau lainnya justru sedang menunggangi kondisi masyarakat yang lagi serba riskan ini. Tujuan di baliknya tidak lain untuk mempercepat target diratifikasinya FCTC oleh pemerintah. Selain tengah fokus menangani wabah virus Corona agar segera sirna dari bumi Indonesia, pemerintah juga tengah berusaha menyiapkan antisipasi dalam menghadapi lonjakan pengangguran akibat terpukulnya banyak sektor usaha dalam negeri.
Seperti kita ketahui industri hasil tembakau termasuk pula sektor yang terdampak akibat dari kondisi sekarang ini. Ditambah lagi harus mengikuti regulasi cukai yang berlaku, harga rokok tetap akan terus naik mengikuti kebijakan tarif cukai yang sudah ditetapkan sejak tahun lalu. Seperti kita ketahui, pemerintah memanfaatkan DBHCHT daerah untuk dialokasikan ke penanganan Covid-19.
Dalam kondisi bangsa yang tengah diguncang wabah, kok ya masih saja ada kelompok yang memanfaatkan situasi untuk menggolkan kepentingan absurdnya. Padahal mestinya, Kak Seto lebih fokus menghiimbau banyak pihak untuk melakukan healing therapy, membuat program streaming bertema khusus bagi anak-anak yang orang tuanya terpapar virus, serta anak-anak dari orang tua yang ODP, agar mereka juga merasakan adanya peran konkret dari lembaga tempat Kak Seto bernaung. Bukan malah mengurusi persoalan rokok yang dikait-kaitkan dengan anak-anak. Itu sih akal-akalan demi kejar target FCTC aja kali. Hih.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024