Search

Konsumsi Rokok Meningkat di Masa Pandemi

Rokok sebagai sarana rekreasi sederhana turut membantu kita pada kondisi social distancing. Tak dipungkiri, di tengah merebaknya wabah Covid-19, banyak masyarakat mengalami stres lantaran wabah ini bisa menyerang siapa saja. Tak peduli perokok ataupun bukan perokok, tak pandang usia tak pandang bulu. Interaksi masyarakat jadi terbatas, virus Corona dapat menular lewat berbagai interaksi, baik antar manusia ataupun benda-benda yang potensial menjadi sarana virus bermutasi.

Banyak pekerja harus dialihkan untuk bekerja dari rumah saja. Anak-anak sekolah pun diliburkan. Ritel-ritel membuka usahanya dengan waktu yang dibatasi. Antrian di kasir pun dibatasi jarak 2 meter antar konsumen. Praktis, untuk keluar membeli rokok bagi sebagian orang lumayan bikin malas. Tidaklah heran jika ada perokok yang harus nyetok rokok di rumah, sekali keluar beli rokok langsung satu slop. Tentu ini bukan suatu usaha untuk menimbun rokok, hanya sebuah cara agar tak terlalu sering keluar untuk sekadar beli rokok.

Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, problem krusial yang juga tengah dialami sebagian masyarakat adalah kondisi ketertekanan alias stres. Bagaimana tidak, setiap hari update informasi terkait Covid-19 ini terus berlangsung, baik melalui medsos maupun berbagai media lainnya. Belum lagi dampak ekonomi yang ditimbulkan. Menurut Menkeu Sri Mulyani, dampak ekonomi yang diakibat pandemi ini akan lebih kompleks dari krisis yang terjadi pada 1997-1998 dan 2008-2009.

Baca Juga:  Gempur Rokok Ilegal Semakin Efektif Jika... 

Banyak sektor usaha yang terpukul, pasca berlakunya social distancing aktivitas ekonomi masyarakat tidak berjalan normal. Kebangkrutan dialami oleh sejumlah perusahaan, di antara yang paling kentara adalah para driver jadi sepi order. Kabarnya, banyak dari driver ojol ini tidak lagi bisa bergantung dari pendapatan sehari-harinya. Sudah barang tentu ini menjadi pukulan langsung terhadap kondisi psikis masyarakat.

Tak dipungkiri, bagi perokok seperti saya dalam kondisi ini akan lebih banyak menghabiskan rokok di rumah. Bukan apa-apa, selain banyak waktu luang, karena tidak ada interaksi sosial, pilihan sederhana untuk tetap bisa rileks ya hanya merokok.

Meski misalnya kehabisan stok rokok, saya masih merasa beruntung karena punya stok tembakau linting yang sangat berguna sekali saat sedang kehabisan rokok. Tingwe jadi pilihan yang masuk akal. Maklumlah, salah satu pendapatan sampingan saya didapat dari jualan tembakau secara online. Tak terlalu soal kalau perkara stok untuk tingwe.

Tentu pada kondisi seperti sekarang konsumsi rokok di kalangan perokok menjadi meningkat. Saya berkaca dari konsumsi saya sendiri. Boleh jadi, para perokok lainnya juga merasa demikian. Ada yang membeli stok tembakau linting untuk menyiasati kondisi seperti sekarang. Karena tidak lagi seperti biasanya saat kondisi normal, aktivitas merokok kita kadang tersubsidi oleh rokok yang ada di tongkrongan. Iya tinggal kembali ke siasat sendiri kalau soal stok perududan ini pada akhirnya.

Baca Juga:  Lagi, Hukuman Memakan Tembakau Terjadi di Sekolah

Munculnya kecemasan publik akibat pandemi ini tentu saja perlu penanganan khusus. Menurut seorang dokter spesialis kejiwaan, Teddy Hidayat, bagi masyarakat efek kesehatan mental COVID-19 sama pentingnya untuk diatasi seperti halnya efek kesehatan fisik dimana masyarakat merespon dan mengelola penyebaran COVID-19 dengan cara yang bebeda.

Masyarakat perokok boleh dikata masih beruntung memiliki sarana rekreasi sederhana yang bisa bikin rileks. Tapi di sisi lain, bukan berarti meningkatnya konsumsi ini bahkan kalau sampai melampaui intensi yang normal, dapat menjadi kontraproduktif.

Secara psikososial, masyarakat juga perlu mendapatkan treatment dari para pihak yang kompatibel di bidang kejiwaan. Paling tidak bagi kita-kita yang memiliki medium terapeutik, melalui berkesenian ataupula berkebun, iya bisa sedikitnya menetralkan, paling tidak agar tak monoton kegiatan di rumah pada masa terisolasi seperti saat ini.