“Virus akan serang tubuh yang lemah, kurang tidur, perokok berat. Merokok bisa buat daya tahan tubuh kurang,” ucap Mohammad Idris, Walikota Depok, Senin (2/3). Pernyataan tersebut menambah panjang daftar stigma negatif bagi perokok. Sebelum virus corona mewabah secara global, rokok dan perokok sudah sering dijadikan pesakitan. Dan dalam situasi pandemik stigma negatif semakin deras.
Terlepas dari segala kontroversi menyoal rokok, wabah corona hari ini adalah fenomena yang tidak bisa diremehkan karena tergolong baru di dunia. Belum ada vaksinnya. Tingkat penyebarannya pun sangat masif dan tak pandang bulu. Korban virus ini lintas wilayah, lintas usia dan tak peduli perokok atau bukan.
Dari 2.273 total kasus di Indonesia (per 5 April), ada banyak yang merupakan non perokok, pun sebaliknya. Artinya, hal ini perlu jadi catatan penting; bahwa perokok atau bukan, semua punya potensi yang sama untuk terpapar virus. Toh, atlet kenamaan dunia seperti Paulo Dybala yang bukan perokok pun menjadi korban. Jadi, mendiskreditkan perokok dalam situasi ini jelas kesimpulan yang prematur dan menyesatkan.
Bahwa kita perlu menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh, saya sepakat. Tapi apa benar merokok membuat daya tahan tubuh melemah? Ini yang perlu diluruskan. Berdasar pernyataan otoritas kesehatan, tingkat stres bisa membuat daya tahan tubuh seseorang melemah. Dalam hal ini, rokok hadir sebagai satu medium untuk seseorang melepas stres dan terhindar dari ancaman melemahnya imun. Setidaknya begitu menurut saya.
Rabu (1/4) pagi Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta Timur, menyatakan bahwa pria berinisial RS, salah seorang pasien positif Covid-19 telah sembuh dan diperbolehkan pulang usai menjalani perawatan selama dua pekan. Dan yang perlu diketahui RS adalah seorang perokok. Dengan demikian terbukti bahwa semua bisa terpapar, semua bisa sembuh, sekalipun perokok. Fakta semacam ini cenderung tidak populer karena memang ada banyak pihak yang berkepentingan melestarikan stigma negatif pada perokok.
Dalam situasi pandemik saat ini publik akan dibanjiri oleh beragam informasi. Situasi ini rentan dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk menjalankan agenda-agenda pribadi. Yang saya maksud adalah kelompok anti rokok. Rokok dan kesehatan adalah dua hal yang seringkali oleh anti rokok diposisikan berhadap-hadapan, meski kita masih bisa berdebat soal itu. Maka, menyaring informasi adalah hal yang mutlak untuk dilakukan.
Selain itu kita juga perlu membahagiakan diri. Terserah dengan cara apa pun, mau rebahan, masak-masakan, atau bikin tik-tok sekali pun ya gak masalah, asal tak merugikan orang lain dan diri sendiri. Dari pada larut dalam wabah kepanikan dan ketakutan, saya pribadi lebih memilih untuk sesekali merokok sebagai sarana rekreasi sederhana di kala kita tak bisa berlibur dan nongkrong. Solusi ini juga telah menjadi pilihan banyak orang, jauh sebelum corona ada.
Saran saya, patuhi kebijakan social distancing & physical distancing. Jangan bandel. Stay at home!
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022