Search
perempuan merokok di arab saudi

Hotline Berhenti Merokok, Sungguhkah?

Upaya antirokok untuk mengendalikan masyarakat perokok seringkali terkesan mulia dan terpuji secara wacana. Namun jika ditelisik lebih dalam, ada banyak hal absurd yang terkuak. Seringkali isu kesehatan yang dipakai hanya untuk mendiskreditkan orang-orang yang merokok.

Melalui berbagai cara politis, antirokok terus membangun stigma tehadap perokok sebagai pesakitan. Arahnya kemudian, perokok harus direhabilitasi melalui unit-unit layanan berhenti merokok. Perhatian masyarakat dikondisikan melalui narasi-narasi mengerikan tentang rokok dan perokok lewat berbagai media. Di era serba kritis ini, masyarakat jelas tidak bodoh dalam memahami siasat antirokok.

Beberapa waktu lalu, kalangan antirokok melalui jubah lembaga Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT). Melayangkan surat kepada Jokowi yang intinya mendorong kuasa presiden untuk turut mengamini beberapa poin himbauan mereka yang menyasar perokok di masa pandemi ini. Di antaranya meminta pemerintah untuk turut mendukung penguatan unit-unit layanan berhenti merokok. Dengan asumsi, bahwa asap rokok menjadi sarana penularan virus corona, dan di masa social distancing ini perokok dinilai semakin intens merokok di rumah. Dari sini saja sudah bisa kita simpulkan, bahwa fokus mereka sesungguhnya bukan pada persoalan covid. Melainkan todongan untuk mendukung agenda pengendalian tembakau.

Kita kuliti dulu logika ini, kenapa lagi-lagi rokok dan perokok yang dikaitkan dengan bahaya Corona oleh mereka. Sementara dalil mereka terkait penularan virus melalui asap rokok sudah dianulir banyak pihak. Termasuk oleh ahli di tim penanggulangan covid-19. Artinya jelas, isu Corona hanya menjadi tunggangan saja, tujuannya selain mendiskreditkan perokok iya dukungan politis untuk menunjang unit-unit layanan yang entah kebenarannya sudah seoptimal apa.

Baca Juga:  Anti Rokok Usul Larangan Merokok di Rumah, Serius?

Pembuktian paling sederhana menyangkut nomer hotline yang tertera di bungkus rokok. Sekilas terkesan terpuji, ada bentuk layanan khusus yang membantu konsumen untuk berhenti merokok. Namun masyarakat awam sebetulnya sudah bisa menyimpulkan ketika dilakukan pembuktian dengan dengan menelpon nomer yang tertera di bungkus rokok, ini berdasar pengalaman yang lalu, setengah iseng kepingin tahu akan diarahkan seperti apa sih melalui hotline berhenti merokok ini. Yaelah, kok ya malah cuma diperdengarkan jingle lagu doangan. Coba aja deh.

Apa jangan-jangan lagu itu bagian dari hipnoterapi untuk berhenti merokok? Nyatanya tidak juga. Nyebat mah tetap nyebat saja. Tidak ada sedikit pun arahan untuk, misalnya diperdengarkan tutorial kesehatan, menyangkut teknis-teknis untuk berhenti merokok ataupula terbebas dari ‘kecanduan’. Tapi ya jadi lucu juga sih kalau memang begitu. Faktanya di bulan puasa ini, para perokok banyak yang bisa.berhenti merokok di kala siang menuju Magrib. Tidak juga tuh rokok bikin ‘kecanduan’. Tanpa harus mengontak hotline semacam itu, perokok dengan segenap kesadarannya mampu mengontrol kebiasaannya. Simple kan tuh.

Lantas sebetulnya unit layanan berhenti merokok seperti apa sih yang harus didukung secara politis oleh presiden. Klinik-klinik yang diasuh oleh die hard antirokok iya memang ada, tetapi itu hanya menjadi ruang kampanye antirokok untuk menjelek-jelekkan rokok dan perokok. Kemudian akan ada upaya pengalihan untuk mengganti rokok dengan produk yang diklaim lebih sehat dari rokok. Intinya mengubah minat konsumsi aja sih. Iya namanya juga usaha ya, Bos. Paling begitu pembenaran mentoknya.

Baca Juga:  Dampak Buruk Simplifikasi Cukai

Dari gambaran hotline berhenti merokok saja sudah bisa disimpulkan, kalau poin untuk penguatan unit-unit layanan berhenti merokok itu hanyalah omong kosong. Ini sih kita blak-blakan saja ya, itu sejumlah organisasi penting yang rata-rata concern di kesehatan yang bernaung di Komnas PT. Cobalah lebih konkrit lagi fokusnya, terutama dalam mengatasi kondisi pandemi ini, lebih perhatian ke penanganan yang strategis untuk memutus covid-19. Bukan melulu sibuk mengurusi rokok yang dikaitkan dengan virus Corona. Biar dibilang keren gitu? Atau jangan-jangan hanya di isu rokok yang dikaitkan dengan wabah lebih masuk akal demi prestis dan cuan? Semoga keliru saja cekak pikir ini.