Rumah adalah benteng terakhir dari serangan virus corona. Kurang lebih begitulah kondisi terakhir yang terjadi selama hampir dua bulan terakhir. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membatasi kita untuk pergi beraktivitas di luar rumah. Mau tidak mau setiap orang, termasuk kita para perokok, harus betah untuk berada di rumah. Menikmati rokok di istana sendiri.
Maka menjadi sesuatu yang lucu ketika kemerdekan di rumah sendiri pun harus direnggut. Dalam hal ini kemerdekaan kita sebagai perokok untuk merokok di rumah sendiri. Memanfaatkan peraturan daerah kawasan tanpa rokok (Perda KTR) yang ada, para antirokok mencoba memaksakan argumen mereka untuk memperluas aturan tersebut hingga ke ruang privat; rumah. Alasan yang diutarakan sudah pasti bisa tertebak.
Jadi begini, meminjam istilah riding the wave, para antirokok ini memanfaatkan isu corona untuk mendorong pemerintah membentuk regulasi larangan merokok di rumah. Alasannya adalah paparan asap rokok membuat perlindungan Covid-19 di rumah jadi tidak aman lagi.
Hal serupa yang dikampanyekan oleh Komnas PT dan seluruh organisasi di bawah naungannya. Alih-alih mendukung pemerintah, mereka justru menuntut. Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, DR. dr Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR bahkan menyebut rokok jadi medium penyebaran virus covid-19.
Segala alasan itu sebenarnya bisa kita bantah, bahkan kita sebagai perokok memiliki bukti nyata bahwa angka perokok yang terpapar virus corona sejatinya tidaklah tinggi. Jika kemudian asap rokok yang dianggap jadi medium penyebarannya, riset yang mencuat justr menyebut nikotin berpotensi jadi obat corona.
Tapi, kita sudah cukup sering membantah segala narasi kesehatan yang tidak masuk akal tersebut. Yang patut kita kritisi saat ini adalah dorongan agar dibuat regulasi larangan merokok di rumah.
Bagaimanapun rumah adalah ranah privat yang hak dan kewajibannya dimiliki oleh tuan rumah itu sendiri. Apa yang ada di dalam rumah merupakan konsensus bersama yang diatur oleh penghuninya masing-masing.
Jika itu terkait rokok, maka sebenarnya tidak ada masalah karena merokok adalah aktivitas legal. Kecuali jika ada pelanggaran dalam ranah privat, misalnya kekerasan dalam rumah tangga yang memang dilarang oleh hukum.
Mendorong pemberlakukan larangan merokok dalam rumah sama saja dengan merenggut kemerdekaan masyarakat di ranah privat. Masa sampe ranah privat pun harus diurus sama negara, ga capek apa?
Jika memang ada perempuan yang tengah mengandung atau ada bayi, maka ya cukup para perokok untuk menjauh dari mereka jika ingin merokok. Sesimpel itu, tidak perlu ada aturan dari negara untuk mengurusnya.
Lagian para perokok juga kini sadar betul tentang hak dan kewajiban mereka di dalam rumah. Para perokok juga tahu waktu dan tempat yang tepat bagi mereka untuk merokok di rumah sendiri. Jika masih ada yang bandel, maka seisi penghuni rumah juga kan yang memberi teguran. Berlebihan kiranya jika suatu saat ada kasus seseorang ditangkap karena merokok di dalam rumah.
Jika merokok di dalam rumah sendiri pun dipersulit, maka di mana lagi ruang bagi perokok? Kemerdekaan itu lama-lama makin tergerus setelah di banyak tempat umum pun kini dilarang dengan sewenang-wenang.
Lagian, budaya ikut campur urusan tetangga itu harus dihentikan. Kok negara malah mau legitimasi?
- Rokok Lucky Strike, Cigarettes That Always Strike You! - 7 November 2021
- Apa Rokok Paling Enak Versi Perempuan? - 16 October 2021
- Rekomendasi Rokok Enak Untuk Pemula (Bagian 2) - 9 October 2021