Search
pabrik rokok

Melihat Nasib Buruh Perempuan di Pabrik Rokok

Buruh perempuan adalah kunci dari industri rokok. Hampir di seluruh perusahaan, terutama untuk sektor kretek tangan, buruh perempuan menjadi poros utama produksi. Tanpa mereka, mungkin tidak akan ada rokok-rokok yang Anda isap saat ini.

Dalam sejarahnya, peran perempuan memang begitu penting bagi industri kretek. Fondasi industri yang diletakkan raja kretek Nitisemito tak bakal terjadi tanpa Nasilah di sisinya. Pun dalam kitab kuno, dikenal nama Roro Mendut yang menjual lintingan rokok yang dilem dengan liur dari bibirnya. Jadi, tak salah jika kita menyebut bahwa peran perempuan dalam industri ini begitu besar.

Pertanyaannya, apakah kemudian nasib buruh perempuan di pabrik rokok menjadi baik karena peran mereka besar?

Untuk urusan ini, kita tidak bisa menggeneralisasi keseluruhan pabrikan. Mengingat setiap pabrikan punya kebijakan dan moral yang berbeda. Misalnya di Kudus, pabrik seperti Djarum agaknya telah memperhatikan hak pekerjanya. Misal dengan membayarkan penuh gaji dan THR pada lebaran kemarin. Sementara belum tentu perusahaan lain mau memenuhinya.

Meski begitu, jika berbicara politik gender, ada hak-hak buruh perempuan di pabrik rokok yang perlu dibahas lebih lanjut. Misalnya cuti haid atau cuti melahirkan. Dua hak yang agak jarang diperbincangkan walau kemudian itu adalah hak yang harus diberikan perusahaan pada perempuan.

Baca Juga:  Tren Prevalensi Perokok Pemula

Hampir di seluruh sektor industri, kedua hak tersebut tidak banyak diberikan oleh perusahaan. Kalau untuk cuti hamil sih masih lah diberikan sebagian. Sementara sebagian lainnya memilih untuk tidak memperpanjang kontrak buruh perempuan yang tengah hamil tua. Sehingga mereka tak perlu memberikan hak cuti hamil selama 3 bulan sesuai regulasi.

Ini memang kerap menjadi akal-akalan perusahaan untuk tidak memberikan hak para buruh perempuan. Walau mungkin jumlah perusahaan berengsek seperti ini sudah berkurang, tapi jika ditilik serius masih ada banyak yang juga melakukan. Sungguh sebuah upaya merendahkan martabat pekerja perempuan.

Bagaimana dengan pabrik rokok?

Sejauh yang saya tahu, untuk perkara ini, pabrikan seperti Djarum telah memenuhi kewajibannya terhadap pekerja perempuan. Tidak ada upaya pemutusan kontrak bagi buruh yang hamil. Rerata perempuan di sana bisa bekerja hingga puluhan tahun tentu karena cuti hamilnya diberikan. Tidak asal putus kontrak seperti perusahaan di sektor lain.

Sementara untuk cuti haid, saya mengira mungkin memang belum begitu efektif termasuk untuk perusahaan rokok. Mengingat edukasi terhadap buruh perempuan akan hak cuti haid belum begitu banyak didengar. Jangankan di pabrik rokok, buruh perempuan di sektor seperti garmen saja belum tentu tahu ada cuti haid.

Baca Juga:  Kala Uang Rokok Berkontribusi Bagi Lingkungan dan Kesehatan

Hal inilah yang kemudian perlu didorongkan ke pabrikan rokok agar bisa memberikan edukasi atas cuti haid kepada pekerjanya. Hingga nantinya para buruh perempuan ini bisa lebih produktif ketika bekerja, dan perusahaan rokok tuntas menunaikan seluruh kewajiban terhadap pekerjanya.

Aditia Purnomo