Press ESC to close

Penjualan Rokok Menurun, Industri Kretek Terancam

Tahun 2020 adalah tahun yang sulit. Banyak tokoh besar yang wafat, pandemi global, dan serangkaian fenomena lain yang mengiris perasaan dan pikiran banyak orang. Tak hanya pada kehidupan sosial, tahun 2020 juga jadi periode sulit bagi dunia ekonomi dan bisnis. Tak terkecuali Industri Hasil Tembakau (IHT) yang dikenal tahan badai, kini lesu akibat penurunan penjualan rokok.

Di awal tahun, sebelum virus corona masuk dan mewabah di Indonesia, pemerintah resmi memberlakukan tarif cukai baru. Tarif baru tersebut naik 25 persen dari tahun lalu, sedangkan Harga Jual Eceran (HJE) ikut terkerek naik 35 persen. IHT goyah, namun tetap bertahan.

Setelah berhasil melewati awal tahun yang berat, IHT kembali diuji. Bagi para bagi stakeholder pertembakauan, ini adalah mimpi buruk beruntun dalam dua malam. Mimpi buruk kali ini jelas lebih mengerikan bagi seluruh elemen pelaku ekonomi, mulai dari mikro sampai pabrikan.

Sektor ekonomi menjadi salah satu yang paling terasa dampaknya dari badai pandemi virus corona. Berbagai prediksi sudah diutarakan oleh para pakar ekonomi, luar biasa dampaknya. Situasi hari ini memukul daya beli masyarakat. Sebagai konsumen, kita harus mengurangi banyak konsumsi sekalipun dibutuhkan. Banyak PHK terjadi. Buruh dan sebagian masyarakat menganggur. UMKM gulung tikar. Industri pun kebingungan memasarkan produknya. Kita sedang dalam perjalanan menuju krisis yang sulit disembuhkan.

Berdasarkan rekam jejak sejarah sejak era kolonial, krisis moneter 1998, hingga krisis ekonomi global tahun 2008, IHT selalu mampu keluar dan bertahan dari terpaan badai ekonomi. Pun demikian dengan tahun 2020. Hingga pertengahan tahun ini, IHT relatif bertahan, meski terseok-seok. Dan hal mengerikan telah menanti di depan.

Baca Juga:  Tiga Jurus Industri Farmasi Global Dalam Memonopoli Pasar Nikotin

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menilai dampak kenaikan tarif cukai kian menghimpit para pelaku industri tembakau.

“Dengan kenaikan tarif cukai rokok yang cukup besar pada awal 2020, penjualan rokok tahun ini diprediksi menurun sekitar 15 persen hingga 20 persen,” ungkapnya.

Prediksi penurunan penjualan rokok sekitar 15 hingga 20 persen lahir dari analisa dampak kenaikan tarif awal tahun. Jika ditambah dengan faktor pandemi COVID-19, penjualan rokok diprediksi bisa anjlok sekitar 30 hingga 40 persen.

Pukulan demi pukulan yang diterima IHT tak hanya mengancam industri itu sendiri. Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini mengancam stabilitas ekonomi nasional. Sebagai salah satu tiang penopang perekonomian negara, IHT menjadi harapan penghidupan bagi jutaan orang.

Petani adalah elemen pertama yang terdampak. Penurunan penjualan rokok, mau tidak mau akan menuntut penurunan jumlah produksi oleh pabrikan. Penurunan jumlah produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah pembelian bahan baku, yakni tembakau dan cengkeh. Mau dikemanakan tembakau dan cengkeh yang tidak terserap pabrikan? Dibiarkan membusuk di ladang? Belum lagi jika menilik nasib elemen lain seperti orang-orang yang terlibat dalam proses distribusi bahan baku.

Baca Juga:  5 Resolusi Tahun Baru 2019 dari Perokok Santun yang Ingin Tetap Santun

Selain petani, jutaan buruh linting pun dihantui rasa takut. PHK jadi konsekuensi logis dari segala rangkaian krisis ini. Banyak tenaga kerja yang tak lagi terpakai akibat aktivitas produksi yang tidak optimal.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mewajibkan masyarakat tinggal di rumah, ditambah tren penurunan konsumsi akibat kenaikan harga, membuat pedagang asongan harus pulang lebih malam akibat stok dagangan yang masih menumpuk tak terjual.

Yang lebih gila dari itu semua, target penerimaan negara dari sektor cukai rokok justru meningkat. Target penerimaan cukai dalam APBN 2020 dipatok sebesar Rp 180 triliun, lebih besar dari target pada APBN 2019 yakni Rp 165,5 triliun. Sudah lesu, target dipatok tinggi, masih pula ada pihak yang mewacanakan kenaikan tarif cukai (lagi) di tengah pandemi. Gila betul.

Badai pasti berlalu, tapi tak semuanya dapat bertahan. Agar tahun 2020 bisa perlahan membaik, krisis yang terjadi hari ini harus dilihat secara objektif. Pendekatan yang dilakukan tidak bisa hanya sekadar kebencian pada rokok, alih-alih mempertimbangkan kontribusi rokok bagi negara, khususnya bagi jutaan petani, buruh dan pedagang.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd