Press ESC to close

Rokok Ilegal dan Upaya Pemberantasan yang Semu

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sudah sejak lama fokus pada pemberantasan rokok ilegal. Berjuta-juta batang rokok dari merek dagang yang tidak dipungut cukai (atau menggunakan pita cukai palsu) telah disita dan dimusnahkan. Tapi fenomena rokok ilegal tak pernah padam.

Tahun demi tahun, strategi diperbarui, nama operasi berganti, tapi rokok tanpa cukai tak juga musnah. Operasi Gempur 2020 adalah nama yang dipilih sebagai tema besar dari strategi Dirjen Bea Cukai. Operasi ini sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan untuk menekan angka peredaran rokok ilegal di Indonesia, dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor cukai.

Nantinya, tim Bea Cukai di berbagai daerah di Indonesia—terutama di kawasan pelabuhan dan perbatasan—akan disibukkan dengan aksi-aksi razia dan penyitaan barang ilegal seperti yang sudah-sudah. Selain itu, Operasi Gempur 2020 juga akan fokus sosialisasi pada masyarakat.

“Sosialisasi, pengawasan dan pelayanan merupakan komponen penting yang akan ditingkatkan untuk terus menekan peredaran rokok ilegal ke depannya,” ujar Syarif Hidayat, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Dirjen Bea dan Cukai.

Sejak tahun lalu, Dirjen Bea dan Cukai juga sudah menyatakan komitmen dalam pemberantasan rokok ilegal dengan mengedepankan penegakan hukum. Lantas, pemerintah mengimbau agar para konsumen beralih ke rokok legal dengan pita cukai resmi. Selain tidak melanggar hukum, mengonsumsi rokok legal juga sama dengan berkontribusi bagi pemasukan negara, katanya.

Baca Juga:  Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura

Kalau mau kita perhatikan, alasan merebaknya rokok ilegal sendiri bukan karena keengganan berkontribusi bagi pemasukan negara. Mahalnya harga rokok dampak dari kenaikan cukai tiap tahun, hingga lahirnya berbagai regulasi diskriminatif pada seluruh elemen pertembakauan, adalah sekelumit alasan mengapa akhirnya muncul produsen dan konsumen rokok tanpa cukai. Kita tidak bisa abai pada fakta ini.

Jujur, sebagai perokok saya lebih suka pada kualitas rasa yang dihasilkan oleh rokok pabrikan yang legal. Tapi, pada momen tertentu (biasanya akhir bulan) saya terpaksa mengonsumsi tembakau tanpa cukai yang menawarkan harga lebih bersahabat. Hal serupa juga berlaku bagi banyak pihak. Memang benar bahwa ada sekelompok orang yang lebih menyukai aroma tembakau ilegal, tapi agaknya mayoritas beralasan soal harga.

Kalau memang pemerintah serius dan hendak mengedepankan penegakan hukum dalam pemberantasan rokok ilegal, pemerintah juga perlu memperhatikan nasib banyak orang yang hidup berkelindan dengan sektor ini. Dan kebijakan menaikkan tarif cukai bukanlah bentuk perhatian yang mereka butuh, terutama saat ini.

Baca Juga:  Penjualan Cengkeh Lesu Akibat Wabah

Di awal tahun tarif cukai sudah resmi naik 25 persen, sedang Harga Jual Eceran naik 35 persen. Lonjakan harga rokok tentu sedikit banyak akan mempengaruhi konsumen baik secara ekonomis maupun psikologis. Fenomena tingwe bahkan sempat viral di awal tahun. Tak sedikit pula yang akhirnya membeli rokok ilegal.

Kini, Indonesia tengah dalam fase pemulihan ekonomi pasca pandemi. Sialnya, di tengah semangat dan gairah yang mulai intens, wacana kenaikan tarif cukai rokok kembali mencuat. Kalau benar terjadi—cukai rokok kembali naik, niscaya rokok ilegal justru semakin menjamur, pada akhirnya pendapatan negara juga akan terancam. Terus, mau buat operasi baru lagi?

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd