Perundungan terhadap rokok di media yang dikaitkan dengan persoalan corona masih saja terjadi. Beberapa waktu lalu isunya soal korek api yang digunakan perokok rawan penularan corona. Kebelakang lagi, perokok dituding lebih rentan tertular karena jemarinya menempel ke bibir saat merokok.
Faktanya, itu semua hanyalah framing media saja yang ujung-ujungnya mendiskreditkan perokok. Isu kesehatan yang digunakan untuk mencap buruk rokok maupun perokok, hal ini kerap dimainkan antirokok untuk membelah masyarakat. Soal isu kesehatan memang selalu menarik perhatian banyak orang.
Tak ayal upaya memainkan isu kesehatan itu berpotensi menggiring publik untuk percaya sepenuhnya pada hal-hal negatif tentang rokok. Selanjutnya upaya mendiskreditkan rokok pun memainkan isu gender yang dikaitkan dengan bahaya covid.
Dibangunlah narasi yang mengarah bahwa lebih banyak lelaki perokok yang meninggal akibat corona. Hal itu tentu berpotensi mencipta kecemasan publik, di lain sisi itu menebalkan buruknya perilaku kaum sebats, yang seolah-olah menyepelekan kesehatan diri. Lebih jauh dicap masabodoh terhadap protokol penanganan covid.
Terlepas dari perkara bias gender itu, menyoal wabah corona ini kita tahu bisa menyerang siapa saja. Terlebih jika kita tak peduli dengan protokol kesehatan, namun sejauh kita mampu menjaga imunitas tubuh dengan menekankan pola hidup seimbang, bahaya penyakit apapun sebetulnya dapat tercegah.
Sebagian kalangan yang menilai rokok negatif seakan tutup mata pada sisi manfaat dari produk tembakau. Misalnya saja terkait hasil penelitian di Prancis, nikotin pada tembakau dinyatakan dapat menjadi vaksin alternatif penangkal covid. Iya bagi perokok, nikotin pada rokok diakui dapat memberi efek relaksasi, menstimulus rasa gembira yang menjadi imun tersendiri.
Jean-Pierre Changeux selaku Ahli Neurobiologi dari Institut Pasteur Prancis mengemukakan sebuah teori bahwa nikotin dapat melekat pada reseptor sel, oleh karena itu menghalangi virus memasuki sel dan menyebar dalam tubuh.
Bertolak belakang dengan yang selama ini dituduhkan rezim kesehatan, rokok dicap buruk melulu. Menjadi momok yang harus dihilangkan dari masyarakat. Padahal, jika kita telisik lagi keberadaan tembakau dari zaman ke zaman, rokok memiliki nilai manfaat medis. Iya diantaranya sebagai sarana relaksasi, bahkan jauh sebelum industrinya ada, tembakau dijadikan medium pengantar kebutuhan spritual.
Lebih lanjut terkait hasil penelitian itu, peneliti bernama Dr. Ariel Israel kemudian mengemukakan sebuah teori bahwa merokok dapat menjadi alternatif perlindungan terhadap serangan virus covid-19. Penemuannya itu berdasarkan penelitian berbasis populasi dari lebih dari tiga juta orang dewasa dari Clalit Health Service.
Nah, jika kita lantas percaya begitu saja terhadap isu yang memainkan wacana bias gender dan omong kosong yang dikaitkan pada covid. Iya pada akhirnya kita menjadi masyarakat yang rentan sekali dibuat cemas oleh hal-hal absurd. Sepanjang kita mampu berlaku santun nyebtas dan taat pada protokol kesehatan, isu negatif itu dipastikan gagal memerangkap pikiran kita
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024