Tembakau memang tanaman yang unik. Meski ia jenis yang cocok ditanam di musim kemarau, tetapi tetap membutuhkan pasokan air yang cukup. Kemarau tahun ini terbilang sudah masuk tahap dua. Pada kondisi ini petani tembakau di Kecamatan Arjasa, Jember, harus menanggung kenyataan buruk.
Musim tidak bisa disalahkan, manusia yang harus terus mampu menyesuaikan. Tiadanya pasokan air yang cukup yang dialirkan melalui saluran irigasi, dampaknya ke tanaman tembakau adalah pertumbuhannya yang buruk. Mudah terserang hama, penampakan daunnya pun jadi tidak baik.
Tembakau seperti juga manusia. Membutuhkan asupan dasar untuk tetap hidup dan bugar agar kualitasnya terjaga. Kondisi kelangkaan air akibat kemarau ini tidak hanya berdampak ke tanaman emas hijau. Sejumlah komoditas pertanian lain pun, padi dan jagung mengalami persoalan yang sama.
Para petani di Kecamatan Arjasa mengalami kesulitan yang harus segera mendapatkan perhatian. Belum lagi mereka harus menghadapi satu persoalan klise menyangkut kelangkaan pupuk bersubsidi. Untuk membeli pupuk non subsisidi jelas lebih mahal, kelangkaan ini disebabkan pemerintah membatasi kuota pupuk bersubsidi.
Tentu dalam konteks ini pemerintah daerah sangat diharapkan perannya. Bukan hanya soal penyediaan pupuk bersubsidi, pemerintah daerah juga harus tanggap dan cekatan untuk mengatasi kemungkinan terburuk. Gagal panen tentu saja menjadi momok bagi semua. Tidak hanya membawa penderitaan bagi petani, imbasnya pula terhadap pendapatan daerah.
Seperti yang kita tahu, ada pos dana dari DBHCHT yang memang seharusnya dipergunakan untuk kembali ke petani. Sebagaimana poin peruntukkannya, DBHCHT yang diterima tiap daerah penghasil wajib digunakan untuk meningkatkan kualitas pertanian. Khususnya pertanian tembakau.
Jember yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil tembakau terbaik, penghasil produk cerutu yang diakui kualitasnya. Dimana pabrikan lokal mengandalkan pasokan tembakau dari para petani yang hidup dari sektor riil ini. Jika kekeringan ini dibiarkan terus dan meluas, tentu berimbas juga ke pabrikan. Pilihannya pabrikan akan kelimpungan mencari pasokan dari luar daerah.
Sudahlah terimbas krisis karena pandemi, ditambah harus menanggung ancaman gagal panen. Petani sebagai mata air di sektor hulu industri adalah para pahlawan bagi devisa negara. Tanpa peran petani, apa yang bisa diolah olah industri. Maka dalam mengatasi kondisi ini, pemerintah harus mengambil tanggung jawabnya.
Jangan cuma mau menkmati hasil dari pendapatan daerah saja, jangan sampai salah kaprah juga dalam mengelola dana bagi hasil cukai. Biar bagaimanapun, terlepas dari kondisi kemarau saat ini, petani tembakau haruslah menjadi prioritas untuk dimakmurkan. Kita tidak bisa berpaling dari tanaman tembakau yang selama ini mampu membuktikan manfaatnya bagi kelangsungan ekonomi masyarakat.
Jika pemerintah tutup mata dan telinga terhadap kondisi buruk ini. Artinya, tiada melakukan tindakan yang tepat, bukan tidak mungkin stakeholder pertembakauan akan semakin skeptis terhadap peran pemerintah. Lebih jauh, jika penderitaan ini dibiarkan, kesengsaraan yang lebih mengerikan dari kemarau ini akan terjadi. Camkan itu wahai!
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024