Press ESC to close

Tembakau Gayo Aceh Bukan Ganja

Tembakau gayo saat ini menjadi salah satu jenis tembakau yang cukup populer di pasaran. Bukan apa-apa, selain memang dikenal aromanya yang khas, jenis tembakau ini belakangan merebut perhatian warganet. Pasalnya, ada konsumen yang terpaksa harus berurusan dengan polisi lantaran kedapatan mengonsumsi tembakau asal Aceh ini.

Sudah berulang melalui situs web Komunitas Kretek dibahas perihal tembakau gayo. Bahwa sejatinya, meski aromanya menyerupai aroma ganja, tetap saja itu tembakau yang memang diolah untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Seperti juga tembakau linting lainnya, tembakau aromatik ini merupakan produk legal. Berdasar pengalaman pribadi saat mengonsumsinya, saya sama sekali tak merasakan sensasi yang membuat saya berhalusinasi atau apa pun seperti yang diisyaratkan sebagai efek dari mengonsumsi ganja.

Tidak ada bedanya dengan mengisap tembakau kasturi yang juga aromatik. Atau pula tembakau jenis white barley yang umum dikonsumsi menggunakan cangklong oleh para penikmatnya. Kalau soal aromanya yang menyerupai aroma ganja, itu tentu saja kembali ke soal teknis pengolahannya.

Saya sebetulnya masih tak habis pikir, jika ada penggemar tembakau gayo ini dihubung-hubungkan dengan efek tembakau yang diberi campuran zat tertentu. Sangat naif saja, jika ada pihak yang mengait-ngaitkan tembakau ini serupa tembakau yang diberi tambahan zat terlarang seperti tembakau gorila.

Baca Juga:  Menghargai Perokok, Menghargai yang Tidak Merokok

Sebagai pengingat lagi, bahwa salah satu faktor yang membuat tembakau gayo memiliki aroma sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kontroversi di sebagian kalangan, adalah pada prosesnya yang terbilang berbeda. Berbeda dalam konteks ini menyangkut tata laku penjemuran dan pematangannya.

Biasanya daun tembakau Gayo yang baru dipanen akan diperam selama enam hari. Kemudian dipisahkan tulang dan daunnya, hal ini dilakukan apabila telah selesai diperam, barulah setelah itu dirajang. Kenapa tembakau gayo, untuk yang hijau warnanya memiliki warna yang cukup cerah. Dikarenakan daun tembakau yang masih muda yang dimanfaatkan.

Tembakau Gayo tidak membutuhkan terik matahari dalam pematangannya, melainkan dengan cara pengasapan, atau dijemur pada malam hari, biasa disebut juga diembuni. Proses semacam inilah yang membuat tembakau tanah rencong ini memiliki aroma yang khas.

Proses semacam itu jika kita perlakukan terhadap daun muda dari jenis tanaman lainnya pun dapat menimbulkan aroma yang menyerupai tembakau yang lagi populer. Jadi, jangan sampai sesat tafsir juga. Tanaman perdu sekali pun jika diproses dengan cara yang sama bakal dikira ganja juga.

Hal-hal semacam inilah yang mestinya menjadi perhatian para pihak, seperti yang kita ketahui, tembakau di Indonesia ini demikian beragam jenis dan teknik pengolahannya. Misalnya saja tembakau sopeng atau yang dikenal juga tembakau ico/bugis. Diproses dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan di Temanggung.

Baca Juga:  Kretek, Produk Budaya yang Menjadi Penghidupan Masyarakat Nusantara

Kenapa bisa demikian? Iya tentu itu semua dilatari sosial budaya daerah tersebut. Perlu diketahui lagi, tidak semua tembakau yang ditanam petani terserap untuk memenuhi standar pabrikan, bukan karena jelek loh ya. Ini soal varietasnya yang berbeda, makanya ada yang disebut tembakau rakyat. Tembakau ico itu golongan tembakau rakyat. Seperti juga tembakau gayo.

Tak dipungkiri memang, ada beberapa pedagang yang memakai label tembakau gayo dari Aceh untuk melariskan dagangannya. Walau sebetulnya produk tembakau itu bukan berasal dari tanah Aceh. Tembakau dari Jawa Barat pun sangat dimungkinkan diproses serupa untuk dapat menghasilkan warna dan aroma yang sama dengan gayo.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah