Press ESC to close

Budidaya Tembakau Selopamioro Butuh Dukungan Pemerintah

Tembakau sebagai sumber penghidupan masyarakat telah memberi banyak manfaat bagi kelangsungan ekonomi bangsa. Meski demikian, budidaya tembakau yang dilakukan masyarakat tani bukan tidak mengalami beragam persoalan.

Sebagian besar persoalan ini lebih didasari pada unsur alam dan persoalan pasar. Unsur yang paling penting adalah cuaca. Sebagaimana kita ketahui, tembakau merupakan tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak air.

Tak perlu heran jika di musim penghujan tanaman ini tidak akan berkembang dengan baik. Berdasar area tanamnya, tanaman tembakau ada yang dibudidaya di daerah lereng pegunungan. Seperti halnya tembakau Temanggung yang memiliki karakter khas dan umumnya dibutuhkan oleh pabrikan.

Ada juga tembakau sawah, yakni tembakau yang ditanam di areal persawahan. Tembakau sawah juga memiliki kualitas yang tak kalah dengan yang tumbuh di lereng. Tembakau dari Selopamioro, Bantul, DIY, adalah salah satu yang cukup dikenal di pasaran.

Tembakau dari daerah ini dikenal dengan nama tembakau Siluk. Jenis tembakau ini tidak terserap untuk memenuhi kebutuhan pabrikan. Sebagian besar penikmat tingwe mengenal betul citarasa Siluk yang khas. Bisa dibilang, tembakau Siluk memiliki pasarnya sendiri di kalangan pecinta lintingan.

Di pasaran, Siluk memiliki beberapa pilihan citarasa. Ada yang berkarakter halus secara tarikan, ada yang memiliki kecerahan warna serta sensasi dari aromanya. Dalam istilah klasifikasinya di masyarakat tani, ada gondo, rupo, dan roso.

Gondo menyangkut aroma yang ditimbulkan saat disesap. Rupo menyangkut warnanya, biasanya ada yang kuning cerah ada juga yang lebih matang lagi warnanya. Sedangkan roso, menyangkut rasa tarikannya.

Baca Juga:  Peta Pertanian Tembakau Indonesia

Ketiga klasifikasi itu dapat terpenuhi berkat faktor budidayanya. Budidaya tembakau yang baik sangat didukung oleh unsur tanah. Misalnya jika tanahnya berhumus berwarna hitam, biasanya akan menghasilkan rasa tembakau yang halus dan sedud di kepala.

Jika tanahnya adalah tanah merah atau tanah lempung, rasanya kurang mantap. Sementara jika tanah yang ditanami adalah tanah putih atau padas, maka rasa tembakau yang dihasilkan kurang terasa di otak dan di tenggorokan sangat halus.

Petani dari daerah ini telah melakukan upaya budidaya tembakau melalui pemahaman kategori tanah semacam itu. Termasuk pula upaya pembibitan yang melalui proses tak mudah. Sehingga kemudian memunculkan varietas baru yang disebut tembakau Sili Kedu.

Upaya yang dilakukan petani tembakau di Bantul ini membuktikan adanya harapan untuk memenuhi prevalensi pasarnya. Pasar penikmat tembakau rakyat ini bisa dibilang terbagi-bagi berdasar daerah penikmatnya.

Artinya, para penikmat tingwe ini juga memiliki selera yang beragam. Layaknya pasar perokok, bahan baku berupa tembakau hal mendasar yang menentukan laris tidaknya sebuah merek di pasaran. Tembakau Siluk dan Sili Kedu walaupun tidak terserap pabrikan, keberadaannya cukup berhasil merebut perhatian pasar penikmat tembakau.

Baca Juga:  Mengenal Rokok Dewa 19 Garapan Ahmad Dhani

Dengan adanya potensi pasar semacam ini, sudah semestinya pemerintah memberikan perhatian khusus. Terutama persoalan regulasi yang dapat memberi jaminan perlindungan, semisal dengan memberi kemudahan petani dalam mengakses kebutuhan pengembangan di sektor riil ini.

Mengingat pula banyak sekali varietas tembakau yang ada di Indonesia, keragaman tersebut mengisyaratkan adanya kekayaan karakter dari komoditas tembakau. Beragam pilihan ini dapat memenuhi peta kebutuhan pasar.

Hal yang tak kalah penting lagi, terkait dukungan atas paten dari varietas tembakau lokal. Jangan sampai kekayaan karakter yang ada pada akhirnya dikalahkan oleh kepentingan penyeragaman dan agenda pembatasan.

Dalam konteks ini, pemerintah harus lebih jeli dalam membaca potensi pasar yang beragam, terlebih potensi masyarakat tani yang tak kenal lelah dalam hal budidaya. Inilah yang kemudian dimaknai sebagai local genuine. Tentu ini merupakan bagian dari asset kebudayaan masyarakat agraris yang sejak dulu menjadi inspirasi bagi kelangsungan ekonomi sampai hari ini.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah