Press ESC to close

Iklan Rokok Buat Kecanduan, Kegilaan Lain Antirokok

Selama ini rokok memang kerap diidentikan pada adiksi atau kecanduan. Bahkan, ada jujga yang menyebutnya sebagai pintu gerbang menuju narkotika. Namun, untuk menyebut iklan rokok bisa menyebabkan kecanduan, berapa besar IQ manusia bisa memahaminya?

Menyebut rokok sebagai candu bagi umat manusia bukanlah satu kebohongan baru bagi umat manusia. Karena mengandung nikotin yang dinilai memiliki sifat adiksi, lantas rokok disebut sebagai alat pembuat kecanduan. Padahal ya tidak bisa disebut semudah itu juga.

Rokok bukanlah candu dan tidak membuat kecanduan. Hal ini bisa kita buktikan tatkala melihat para perokok menjalani ibadah puasa selama lebih dari 12 jam lamanya. Tanpa mengisap rokok, aktivitas dan hidup mereka tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada kejang-kejang atau sakaw yang biasa dialami oleh para pecandu sebenarnya.

Nah, sudahlah kita membantah bahwa rokok bukanlah candu, eh kok ya ada yang menyebut iklan rokok sebagai pembuat kecanduan. Logika awam saya sebagai manusia biasa gagal memahami argumen ini. Mungkin haruslah manusia dengan IQ setingkat mutan yang mampu memahaminya.

Begini, anggapan jika iklan memaparkan kebiasaan merokok pada anak2 sejak dini tentu saja keliru. Secara regulasi, iklan untuk rokok dibatasi jam tayannya. Untuk iklan luar ruang pun, dibatasi di area-area tertentu saja. Jadi, agak sulit meyakini jika anak-anak memang benar terpapar oleh iklan rokok.

Baca Juga:  Persiapan Buleleng Menghadapi Musim Tanam Tahun Ini

Kalau kemudian anak-anak melihat iklan rokok di TV karena tidur larut, tentu tidak bisa iklannya yang disalahkan. Pun iklan tidak pernah secara harfiah menampilkan rokok serta adegan merokok. Bagaimana kemudian mereka terpapar? Benarkah karena iklan ? Tentu saja tidak.

Anak-anak melihat aktivitas merokok serta mengenal rokok itu bukan karena iklan, tetapi dari lingkungan. Orang tua perokok yang tidak punya bertanggung jawab, lingkungan pertemanan yang tidak teredukasi tentang konsumsi rokok, serta abainya sikap kita sebagai orang dewasa terhadap hal-hal itu. Mending kalau cuma abai, lah kalau maunya hanya nyalahin rokok kan repot juga.

Perkara anak merokok memang persoalan, tetapi mengambinghitamkan iklan rokok tentu tidak bisa diterima. Kalau memang tidak mau ada iklan rokok, ya sudah ilegalkan saja produk rokoknya. Simpelnya sih begitu.

Jika sudah melihat cara pandang yang ada di atas, tentu kita juga tak bisa menerima anggapan kalau iklan rokok ini membuat orang jadi kecanduan. Aduh, coba gimana nyandunya. Masa karena orang tidak melihat iklan di TV bisa jadi sakaw. Susah kan bayangin ada orang yang tiba-tiba sakaw karena ngga liat TV dan iklannya selama dua hari?

Baca Juga:  Melarang Merokok di Rumah Sendiri adalah Pelecehan Hak Privasi

Karena itulah, ketimbang menyalahkan iklan sebagai penyebab anak merokok, lebih baik perketat regulasi dan galakkan edukasi. Berikan pemahaman pada anak-anak bahwa rokok itu barang konsumsi untuk orang di atas 18 tahun. Perketat juga aturan pembelian, mereka yang di bawah umur tersebut tidak boleh membeli rokok.

Jika itu semua bisa dilakukan, saya kira perkara anak merokok bisa dapat teratasi atau setidaknya berkurang. Ya daripada membuat logika ngawur melulu, kan lebih baik dorong kebijakannya tepat sasaran. Kalau memang mau serius, ya perketat dulu penegakkan regulasi. Gitu aja kok repot.