Melarang iklan rokok di internet demi melindungi anak itu jauh panggang dari api. Video porno yang jelas-jelas sudah diblokir di jaringan internet Indonesia saja masih bisa diakses. Apalagi sekadar iklan produk.
Dalam sebuah webinar, salah satu LSM antirokok mendesak pemerintah agar melarang iklan dan promosi rokok di internet dalam rangka melindungi dan memenuhi hak hidup anak. Iya, mereka mengampanyekan perlindungan hak hidup anak dengan menolak konten rokok di internet.
Begini. Ada banyak konten buruk di internet, dan kita tidak bisa pungkiri anak juga terancam. Dalam konteks melindungi, saya rasa, pengawasan pada anak adalah instrumen yang paling penting, dan orang tua yang memainkan peran utama. Bukan dengan menyalahkan benda mati seperti rokok–atau bahkan iklan rokok.
Mengenai iklan, kriteria konten dan pembatasan jam tayang pun sudah diatur. Tidak ada iklan rokok yang tayang di televisi pada jam menonton anak. Perda KTR pun telah menjamur di berbagai daerah dengan ketentuan soal pembatasan reklame luar ruang; tidak ada papan reklame rokok di kawasan ramah anak termasuk sekolah. Bahkan, beberapa daerah menjadikan sanksi pidana sebagai ancaman bagi pelanggar.
Lalu, setelah itu semua, iklan rokok di internet pun mau dilarang? Astaga, memangnya rokok itu dianggap apa? Narkoba? Rokok kan barang legal. Peredarannya pun diregulasi oleh negara. Bahkan negara menarik manfaat materi dari rokok–juga iklan rokok. Kenapa semuanya harus dilarang dan serba tertutup?
Lagipula, rasanya tidak ada korelasi langsung antara iklan dengan hasrat seorang untuk merokok. Iklan itu cuma pengetahuan soal brand. Lingkungan adalah faktor yang paling mempengaruhi perilaku merokok seseorang. Misal, seorang anak yang menjadi perokok karena penasaran akibat sering melihat ayahnya merokok, atau bahkan disuruh membeli rokok ke warung.
Tak perlu terlalu jauh bicara Konvensi Hak Anak. Memang benar bahwa negara bertanggung jawab untuk mengupayakan kepentingan terbaik bagi anak, pemenuhan hak hidup, hak tumbuh dan berkembang anak. Tapi, iklan rokok itu perkara lain.
Merokok adalah aktivitas penuh tanggung jawab. Dan rokok adalah produk konsumsi yang punya faktor risiko. Untuk itu, regulasi di negara kita telah menetapkan bahwa batas usia konsumen rokok adalah 18 tahun, alias orang yang sudah dewasa dan sadar akan sebuah konsekuensi. Titik.
Nah, tanggung jawab soal pengawasan agar anak-anak tidak merokok sepenuhnya diemban oleh orang tua dan orang dewasa di sekitar si anak. Faktanya, nyaris tidak ada anak-anak yang mengakses manfaat dari kondom meski televisi menayangkan iklan yang jauh lebih vulgar dari rokok.
Tidak pernah kita lihat anak di bawah umur ke warung atau swalayan untuk membeli kondom. Kenapa? Karena fenomena anak membeli kondom adalah hal yang tabu. Dalam benak si anak pun ada rasa tabu yang sama, maka ia tidak berani melakukan.
Nah, sekarang tinggal orangtua menciptakan rasa tabu yang sama dalam konteks rokok. Edukasi anak anda agar mengerti bahwa merokok hanya bisa dilakukan kelak kalau mereka sudah berusia 18 tahun.
Mari berlaku adil pada rokok.
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022