Press ESC to close

Kenaikan Tarif Cukai 2020 Mengurangi Jumlah Perokok? Omong Kosong!

Kenaikan tarif cukai 2020 telah membawa dampak yang sangat besar bagi industri rokok dalam negeri. Beban ini ditambah pula dengan munculnya pandemi yang membuat berbagai sektor pada bisnis pertembakauan terkendala.
Bahkan, meski kemudian pemerintah memberi kelonggaran pada perkara pembayaran cukai, bukan berarti itu lantas mendongkrak angka penjualan. Perokok banyak yang memilih beralih ke tingwe, rokok murah demikian marak di pasaran.

Sering kali argumen yang dijdikan landasan regulasi tentang cukai adalah untuk menekan angka perokok. Lebih jauh agar perokok pemula tidak mampu membeli harga rokok yang dibuat mahal oleh regulasi. Namun hal itu justru tidak berbanding lurus.

Para perokok selalu punya cara untuk bisa ngebul, misalnya saja jika uangnya tak cukup buat membeli sebungkus, mereka membeli secara ketengan. Tidak jarang untuk di suatu perkumpulan memilih cara patungan untuk bisa merokok.

Artinya, kenaikan tarif cukai 2020 yang angkanya mencapai 35% dan dilakukan secara gradual, telah membuat industri harus melakukan efesiensi. Mulai dari membatasi kuota produksi, tentu saja itu berimbas kepada serapan bahan baku dari petani.

Baca Juga:  Pancasila di Negeri Kretek

Ditambah lagi tak sedikit pabrikan yang harus merumahkan sebagian para pekerjanya. Jika langkah efesiensi tidak dilakukan, industri akan kedodoran menanggun bebanan yang tinggi. Alih-alih ingin menekan angka perokok justru ini berimbas pada penurunan target pendapatan negara dari cukai rokok.

Perlu diketahui, sebelum memproduksi jumlah rokok yang akan dijual, pihak pabrikan harus membayar dulu beban cukai seturut angka produksinya. Kemudian barulah konsumen yang akan menggantinya sesuai harga jual eceran.

Regulasi cukai yang dijadikan instrumen pembatasan, sejatinya menjadi pukulan yang luar biasa bagi sektor industri. Tak semua rokok yang diproduksi terjual sepenuhnya, karena kondisi pasar saat ini begitu mejemuk.

Para perokok selalu punya cara untuk bisa merokok tanpa harus membeli. Sudah menjadi hal lumrah di kehidupan perokok terjadi subsidi rokok. Bagi perokok yang belum bisa beli, lantaran kondisi yang cekak, bisa ikutan merokok dengan mengandalkan rokok milik temannya, pun sebaliknya.

Iya itu sudah menjadi aturan tak tertulis di sebagian masyarakat perokok. Belum lagi kalau kita tilik keseharian penikmat tingwe, dengan membawa 50 gram tembakau saja, sudah bisa dipakai untuk ngebul satu tongkrongan.

Baca Juga:  Iuran BPJS Kesehatan Berdampak Pada Realisasi Pendapatan Daerah

Ini menjadi gambaran kecil dari kondisi yang serba riskan ini. Kenaikan tarif cukai juga punya andil terhadap persoalan krisis yang terjadi di masyarakat. Harga bahan pokok juga mengalami kenaikan, walaupun persentasenya tak seberapa besar.

Dengan adanya pemberlakuan social distancing, sehingga intensitas masyarakat keluar rumah jadi terbatas. Untuk membeli rokok pun harus berpikir ulang, dipilihlah cara yang paling mudah yakni dengan berhemat-hemat. Lainnya lagi yang mengalami stress, dari yang semula berhenti merokok jadi mulai coba-coba biar dapat rileks. Nah, dari gambaran ini apakah kenaikan tarif cukai 2020 berhasil mengurangi angka perokok? Omong kosong!

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah