Press ESC to close

Revitalisasi LIK Kudus, Angin Segar Bagi Industri Rokok Kecil

Industri rokok dewasa ini kerap terdampak hantaman regulasi dan perkembangan isu pertembakauan global. Hal ini menjadi suatu kondisi yang tak terhindarkan. Salah dua di antaranya adalah soal kenaikan cukai yang dari tahun ke tahun.

Terakhir lalu angka kenaikan yang ditetapkan jauh lebih tak wajar. Sehingga banyak pabrikan skala kecil menengah yang terseok dan terancam bangkrut. Jauh sebelum itu, telah banyak pula pabrikan kecil yang harus gulung tikar karena tak kuasa menanggung beban produksi.

Regulasi cukai yang tak berpihak ini membuat industri rokok sangat terguncang. Tak heran jika kemudian banyak pula rokok ilegal yang beredar di pasaran. Jika sudah begitu, kerugian yang ditanggung negara pun meningkat.

Tahu sendiri kan, kalau uang cukai rokok menjadi pemasukan terbesar untuk negara. Akibat peredaran rokok ilegal yang meningkat signifikan itu membuat pemerintah harus melakukan berbagai upaya. Mengingat lagi target penerimaan cukai dalam APBN 2020 sebesar Rp 180,5 triliun.

Dilema memang. Di satu sisi harus kejar target di sisi lain harus menggunakan instrumen cukai alih-alih pembatasan konsumsi. Untuk itulah kemudian, pemerintah mengupayakan perhatiannya pada Lingkungan Industri Kecil (LIK) di Kudus melalui revitalisasi.

Baca Juga:  Polemik Larangan Dana Bansos Dipakai Beli Rokok

Revitalisasi ini memberi cukup keuntungan bagi pabrikan yang terhimpun dalam LIK tersebut. Ngan Fasiltas untuk memproduksi produk SKM (Sigaret Kretek Mesin). Pula kemudahan dalam pengajuan penundaan bayar cukai pajak rokok dan soal pengecualian terkait ketentuan luasan area produksi.

Sebagaimana kita ketahui, sektor industri rokok yang terhimpun pada Lingkungan Industri Kecil semula hanya mampu memproduksi SKT. Namun, dengan adanya revitalisasi yang dilakukan ini, pada akhirnya mereka akan dapat memproduksi SKM.

Terlebih lagi dengan adanya laboratorium tar dan nikotin, maka ini sangat membantu pelaku usaha dapat lebih mudah dalam memproses produknya secara legal. Dengan demikian pengoptimalan LIK ini pada gilirannya dapat mendongkrak pemasukan negara dari Industri Hasil Tembakau.

Pengoptimalan fasilitas ini dengan sendirinya akan mengangkat potensi usaha kretek yang selama ini seakan luput dari perhatian pemerintah. Bukan rahasia, jika ektor usaha kretek yang terhimpun dalam LIK IHT selama ini terbilang stagnan jika kita bandingkan dengan realitas kompetisi pasar.

Selalu dibutuhkan peluang untuk terus melakukan pengembangan produk, terutama bagi para pelaku usaha kretek bermodal kecil. Lebih lanjut perwakilan pemerintah daerah di Kudus, daerah yang kita kenal sebagai Kota Kretek, menyatakan perhatiannya pada upaya optimalisasi ini.

Baca Juga:  Tanpa Satgas, Perokok di Malioboro Sudah Berhati Nyaman

Menurutnya, pengoptimalan LIK IHT memudahkan pelaku usaha kecil dalam memenuhi persyaratan sebagai industri legal. Dalam konteks ini, institusinya berkepentingan dalam upaya mendongkrak pendapatan bagi kas negara, sekaligus menekan produksi rokok ilegal.

Upaya ini tentu saja adalah bentuk konkret yang patut diapresiasi, meski agak menimbulkan pertanyaan di benak, kenapa baru dilakukan ketika negara tengah mengalami krisis akibat pandemi dan merosotnya sektor IHT, kalau saja sejak jauh hari revitalisasi itu dilakukan, tentu akan lebih elegan dan banyak menyelamatkan.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah