Maraknya peredaran rokok ilegal kerap menjadi fenomena di masyarakat sebagai satu konsekuensi dari kenaikan cukai. Harga rokok yang terus mahal memungkinkan produk ilegal mendapatkan ceruk pasarnya. Ini satu hal yang membayangi pemerintah di tengah kondisi krisis akibat pandemi.
Kenyataan ini sebetulnya dapat dieliminir kalau saja pemerintah menempatkan fungsi DBHCHT betul-betul berpihak terhadap sektor pertembakauan. Seturut itu, beberapa temuan terkait peredaran rokok tanpa cukai telah menimbulkan reaksi para pihak.
Seperti yang terjadi di daerah Bantul, Yogyakarta, pihak bea cukai kemudian melakukan beberapa kegiatan berdasar temuan di daerah tersebut. Sosialisasi tentang cukai dan operasi pemberantasan dilakukan.
Seperti yang telah direncanakan secara terarah, aparatur desa turut pula dilibatkan dalam upaya pemberantasan tersebut. Stakeholder yang dilibatkan itu terlebih dahulu dibekali pemahaman bahwa peredaran rokok tanpa cukai ini telah memberi dampak kerugian bagi negara.
Seperti yang kita ketahui, negara memiliki target penerimaan cukai yang sudah ditetapkan setiap tahunnya. Maraknya peredaran rokok ilegal ini tentu saja telah menimbulkan keresahan bagi pemerintah, yakni tidak akan tercapainya angka yang ditargetkan.
Upaya pemberantasan peredaran rokok tanpa cukai ini merupakan satu wujud dari pemanfaatan DBHCHT. Sesuai dengan poin peruntukkan yang sudah ditetapkan menyangkut DBHCHT; bahwa alokasi DBHCHT salah satunya diperuntukkan untuk mengatasi persoalan rokok tanpa cukai.
Memang sudah semestinya pihak bea cukai melakukan kegiatan yang memberi manfaat bagi masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa cukai rokok yang merupakan sumber devisa dari sektor pertembakauan ini haruslah memberi manfaat bagi masyarakat. Terutama pula untuk kelangsungan industrinya.
Meski kerap pula kita menyesalkan pandangan beberapa kalangan yang terus saja mendiskreditkan rokok. Sebagai produk konsumsi, pelekatan cukai merupakan bentuk keabsahan yang memberi jaminan terhadap masyarakat. Bahwa rokok adalah barang legal yang berhak diakses konsumennya.
Namun, dengan adanya narasi buruk tentang rokok kerap saja menimbulkan ambiguitas di masyarakat. Pula kemudian sorotan konsumen tertuju kepada pemerintah sebagai pengelola devisa dari sektor pertembakauan ini.
Jika kita bandingkan dengan produk konsumsi lain, agaknya hanya rokok yang selalu dipandang kontroversi. Apalagi ketika keberadaan rokok kerap dikait-kaitkan dengan persoalan kesehatan. Hal itu pula yang membuat cukai dijadikan sebagai instrumen pengendalian.
Sebagai konsumen, tentu saja kita mengapresiasi upaya bea cukai yang melaksanakan tugasnya sesuai amanat pemanfaatan DBHCHT. Namun, di balik itu semua kita mengharapkan kepada pemerintah untuk tidak menjadikan cukai sebagai instrumen yang membunuh keberadaan industri.
Biar bagaimanapun keberadaan industri rokok, terutama sektor kretek, begitu beragam golongannya di negeri ini. Jika atas dalih pengendalian semata lantas pabrikan kecil harus terancam karena kebijakan cukai yang mencekik, tentu saja fungsi cukai dan DBHCHT menjadi kontraproduktif dengan cita-cita kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan negara.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024