Press ESC to close

Tembakau Temanggung dan Pabrikan Terancam Paket Regulasi Cukai

Tembakau Temanggung sejak lama dikenal sebagai komoditas penghidupan bagi masyarakat. Dua pabrikan besar menyerap puluhan ribu ton lebih setiap tahunnya. Tembakau dari daerah ini rata-rata dibeli gudang-gudang milik PT Gudang Garam dan PT Djarum.

Namun, sejak masa pandemi telah terjadi hantaman yang luar biasa mengancam nasib petani. Hasil panen tembakau Temanggung tak semua terserap pabrikan. Terganggunya aktivitas ekonomi akibat pandemi dirasakan sebagian besar masyarakat pertembakauan.

Ditilik lebih lebih dalam lagi, ada satu faktor yang lebih krusial mempengaruhi penurunan serapan tembakau untuk pabrikan ini. Yakni terkait adanya regulasi cukai yang kenaikan tarifnya sangat berdampak terhadap target produksi.

Akibat regulasi itu harga-harga rokok menjadi mahal. Konsumen banyak yang merasakan dampaknya. Sehingga harus beralih ke produk yang lebih murah, ataupula pindah ke tingwe. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, turut prihatin melihat kondisi petani yang panennya terdampak kondisi pandemi ini.

Untuk itu Ganjar Pranowo melakukan kunjungan ke sejumlah gudang milik pabrikan. Tujuan dari ini menurutnya untuk memastikan hasil panen tembakau Temanggung tetap terserap. Agar pabrikan senantiasa berpihak kepada kondisi petani dan hasil panennya.

Baca Juga:  Peringatan Larangan Berutang di Etalase Rokok

Dalam kunjungan tersebut Ganjar menyatakan, bahwa petani tembakau di Temanggung perlu dukungan para pihak. Kepedulian Gubernur Jawa Tengah ini menjadi semacam contoh perhatian pemerintah daerah.

Nah paradoksnya di sini, di tengah persoalan pandemi yang menghimpit kondisi riil masyarakat. Justru pemerintah menambah persoalan baru dengan memunculkan paket kebijakan tentang cukai. Wacana kenaikan tarif cukai untuk 2021 digulirkan, ditambah lagi terkait isu simplifikasi cukai.

Dua paket regulasi ini yang semestinyanya menjadi perhatian Ganjar. Persoalan yang dihadapi stakeholder pertembakauan ini sejatinya berakar dari regulasi yang ditelurkan pemerintah. Naiknya cukai membuat pabrikan melakukan efesiensi besar-besaran.

Efesiensi ini menyangkut pembatasan kuota produksi serta terjadinya pengurangan pekerja. Sehingga berdampak langsung terhadap permintaan bahan baku. Kalau mau fair, harusnya pamong daerah juga mampu melakukan upaya jitu dalam menyikapi regulasi yang berdampak langsung ke petani.

Jika upaya yang dilakukan hanya sebatas konsolidasi dengan pihak pabrikan dan pencitraan ke petani. Artinya, jika hanya sebatas mendorong pabrikan untuk membeli hasil panen petani, sementara regulasi terkait pertembakauan tidak memberi jaminan terhadap iklim usaha. Niscaya upaya itu terkesan lips service belaka.

Baca Juga:  Larangan Merokok di Gunung Tidak Bakal Efektif, Lebih Baik Lakukan Edukasi Saja

Kita jadi melihat sesuatu yang kontradiktif menengarai kunjungan Gubernur Jawa Tengah ini. Tanpa maksud menihilkan yang sudah dilakukannya. Bukan apa-apa, elit birokrasi daerah tentu bukan tidak paham peta persoalan pertembakauan. Bahwa, ada hal yang jauh lebih penting untuk mengangkat kembali ekonomi masyarakat.

Dalam kondisi pandemi ini, potensi kebangkrutan ekonomi akan terjadi lantaran pemerintah hanya birahi mengejar target penerimaan cukai. Namun, tak pernah mau peduli bahwa instrumen cukai yang dijadikan alat pembatasan telah menghadirkan kesengsaraan bagi iklim pertembakauan.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah